Senin, 11 Juli 2016


PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

I.         PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditi tanaman sayuran buah semusim yang berbentuk perdu. Cabai tergolong sayuran buah multi guna dan multi fungsi yang dapat dibudidayakan di lahan dataran rendah atau pun di lahan dataran tinggi (Tim Bina Karya Tani, 2013).
Tanaman cabai merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi tinggi. Konsumsi buah cabai baik untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun semakin meningkat (Kementerian Pertanian, 2103). Cabai besar adalah cabai merah yang merupakan salah satu jenis cabai hibrida yang sangat diminati oleh para petani untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tanamannya produktif dan memiliki pasar yang luas (Emil Salim,2013). Adapun secara lengkap luas panen, produksi dan produktivitas cabai merah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Merah Nasional
Tahun
Luas Areal Panen (ha)
Total Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/ha)
2010
122,76
807,16
6,58
2011
121,06
888,85
7,34
2012
120,28
954,31
7,93
2013
124,11
           1012,88
8,16
Sumber : Basis Data Statistika Pertanian 2013
Permintaan cabai yang tinggi dan pangsa pasar yang sangat luas baik di dalam negeri maupun luar negeri menunjukan bahwa cabai merupakan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Emil Salim, 2013).
Meningkatnya harga kebutuhan cabai di kalangan masyarakat tidak lepas dari menurunnya produksi cabai itu sendiri. Hal ini dapat dikarenakan mengenai cara pengolahan tanaman cabai dengan semakin menipisnya lahan pertanian (Wiwid Septriyadi, 2011). Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga tanaman cabai dapat  ditanam di pekarangan rumah dalam media polibag atau lainnya (Irma Audiah Fachrista, dkk, 2014).
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan baku industri, memiliki peluang ekspor dan membuka kesempatan kerja (Revany, 2011).
 Cabai merupakan sumber vitamin A, B, C dan E , serta ditambah mineral seperti molibdenum, mangan, folat, kalium, thiamin, dan tembaga. Cabai berisi tujuh kali lebih banyak vitamin C dibandingkan dengan jeruk. Sebagai sumber vitamin C dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus di konsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Revany, 2011). Secara lengkap kandungan gizi cabai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi yang Terkandung dalam 100 Gram Cabai (Capsicum annum).

NO
Kandungan Nutrisi
Jumlah
Satuan
(100 gram)
1.
Kalori
31,0
Kal
2.
Protein
  1,0
G
3.
Lemak
  0,3
G
4.
Karbohidrat
  7,3
G
5.
Kalsium
 29,0
Mg
6.
Fosfor
 24,0
Mg
7.
Besi
   0,5
Mg
8.
Vitamin A
       470
SI
9.
Vitamin C
  18,0
Mg
10.
Vitamin B1
      0,05
Mg
11.
Vitamin B2
      0,03
Mg
12.
Niasin
      0,20
Mg
13.
Kapsaikin
     0,1-1,5
%
14.
Pectin
2,33
%
15.
Pentosan
8,57
%
16.
Pati
0,8-1,4
%
Sumber : Emil Salim 2013
Dalam usaha budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan, salah satu komponen penting dalam keberhasilanya adalah mempersiapkan media tanam yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Komposisi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman harus tersedia dalam jumlah dan komposisi yang mencukupi. Media tanam yang alami terdiri atas campuran tanah dan bahan-bahan organik yang memiliki kandungan hara yang tinggi. Selain itu ketersediaan air dalam media tanam  harus mencukupi atau tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi dari areal tanam biasa. Tanaman buah dan sayur-sayuran sangat menyukai bahan organik berupa pupuk kompos yang berasal dari sisa bahan-bahan organik, kotoran ayam, kotoran kambing maupun kotoran sapi yang telah matang. Tanah yang dipergunakan untuk media tanam adalah tanah yang diambil pada kedalaman 5 cm dibawah permukaan (Nani Herawati dan Arie Sudarmayanti, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terdapat pada benih atau tanaman itu sendiri. Faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat di luar benih atau tanaman yaitu tanah dan iklim. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu media tanam. Media tanam yang baik adalah media yang mampu menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat ditemukan pada tanah dengan tata udara yang baik, mempunyai agregat mantap, kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran yang cukup (Zaki Ismail Fahmi, 2013).
Media tanam sayuran pada polibag harus bisa mencukupi kebutuhan makanan dari tanaman sayur yang ditanam pada polibag tersebut. Mengingat akar tidak bisa mencari makanan di luar polibag. Pertumbuhan tanaman sayur pada polibag sangat ditentukan oleh kualitas media tanam dan nutrisi yang ada di dalamnya. Media tanam pada tanaman sayuran dalam polibag yang baik adalah mengandung unsur-unsur organik dan bukan dari pupuk kimia.  Selain itu media tanam haruslah gembur dan mudah ditembus akar. Dengan uraian tersebut maka penulis akan melakukan penelitian tentang komposisi media tanam yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
1.2  Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut :
1.         Apakah komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
2.        Pada komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) yang mana, yang paling memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
3.        Apakah ada korelasi yang nyata antara komponen pertumbuhan dengan komponen  hasil terhadap tanaman cabai ?

1.3    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
       Tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1.        Untuk mengetahui pengaruh berbagai komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
2.        Untuk mengetahui komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
3.        Untuk mengetahui korelasi antara komponen pertumbuhan dan komponen hasil terhadap tanaman cabai
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan bagi penulis dan masyarakat pada umumnya mengenai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum L.).

1.4    Kerangka Pemikiran
Cabai dapat ditanam dengan mudah di mana saja, mulai dari di dataran rendah sampai dataran tinggi, sebagai tanaman pekarangan di sekitar rumah, tannaman sambilan di pinggiran kolam, pematang sawah, ataupun sebagai tanaman khusus, tanpa  banyak memerlukan perawatan khusus (Tim Bina Karya Tani, 2013).
Cabai salah satu komoditas sayuran mempunyai prospek pemasaran yang cerah. Salah satu petunjuk bahwa nilai ekonomi tanaman tinggi adalah telah menjadi mata dagangan ekspor impor antar negara. Permintaan pasar (konsumen) terhadap produk cabai dunia cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya rata-rata konsumsi di berbagai negara (Tim Bina Karya Tani, 2013).
Hasil penelitian Insan Wijaya (2013), menunjukan bahwa, perlakuan campuran (tanah, pasir dan pupuk kandang) pada media tanam, berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah tunas, panjang tunas dan persen hidup.
Hasil Penelitian Mediani Warasi (2014), menunjukan bahwa, komposisi media tanam berpengaruh pada hasil dan kualitas tanaman cabai, yaitu pada parameter berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, diameter buah, tebal daging buah, dan warna buah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, jumlah buah/sampel dan bobot buah/sampel, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah cabang/sampel (Silvianti Dina, 2012).
Pemupukan merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam usaha budidaya tanaman. Pemupukan yang tepat akan menghasilkan panen yang optimal dan laba yang maksimal. Sebaliknya jika pemupukan tidak tepat maka dapat mengakibatkan gagal panen atau menurunya produktivitas yang mengakibatkan kerugian (Emil Salim, 2013).
Untuk memperbaiki tekstur tanah yang terlalu liat atau terlalu porus, dapat menambahkan pupuk kandang 20-25 ton/ha. Menurut Tim Bina Karya Tani (2013), bila pupuk kandang tidak diberikan, pada tanah yang kurus (tidak subur) maka tanaman akan kerdil, dan daunnya menguning (hijau kekuningan). Dapat juga terjadi tanaman tidak tahan kekeringan dan akhirnya mati.
Tanah yang berlempung pasir adalah media tanam yang baik karena tanah tersebut memiliki karakteristik yang baik lempung berfungsi sebagai perekat media tanam, sedangkan pasir bermanfaat untuk memberikan porositas yang baik bagi tanaman (Nani Herawati dan Arie Sudarmayanti, 2014).
Di areal sempit dan terbatas, seperti di pekarangan sekitar rumah, budidaya cabai dapat dilakukan dengan menggunakan polibag. Polibag sangat praktis untuk budidaya tanaman cabai pada areal terbatas. Budidaya tanaman cabai dengan polibag dapat menghasilkan panen yang cukup memuaskan jika dilakukan dengan teknik budidaya yang baik. Semua jenis tanaman cabai dapat dibudidayakan dengan menggunakan polibag (Emil Salim, 2013).
Jenis tanah yang baik untuk bertanam cabai adalah tanah yang mengandung pasir, keadaan tanah subur, gembur, bahan mengandung banyak organik (humus), sirkulasi udara dan tata air dalam tanah baik (Tim Binakarya Tani, 2013).
Media tanam yang baik terhadap pertumbuhan tanaman cabai jika tanah yang digunakan adalah tanah liat biasa seperti latosol perbandingan tanah, pasir dan pupuk kandang adalah 2:1:1 (Neti Suriana, 2013).

1.5    Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
1.        Komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
2.        Pada komposisi media tanam 2:1:1 antara tanah : pasir : pupuk kandang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
3.        Terdapat korelasi antara komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.)
II.      TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Botani Tanaman Cabai
Klasifikasi tanaman cabai adalah sebagai berikut (Suriana, 2012) :
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas
: Asteridae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus
: Capsicum
Spesies
: Capsicum annum L.

2.2    Morfologi Tanaman Cabai
Tanaman cabai merupakan tanaman perdu yang memiliki kayu, bercabang dan tumbuh tegak. Tanaman ini memiliki akar tunggang dan akar serabut, memiliki daun berwarna hijau muda atau hijau tua tergantung jenisnya. Tanaman cabai mampu mencapai tingi 120 cm. Tanaman cabai memiliki bunga lengkap yang terdiri dari kelopak bunga, mahkota bunga, benangsari, dan putik. Bunga cabai merupakan bunga berkelamin ganda karena benangsari dan putik terdapat dalam satu tangkai bunga. Bunga cabai keluar dari ketiak daun (Emil Salim, 2013).
1.        Akar
Akar tumbuhan merupakan struktur tumbuhan yang terdapat di dalam tanah. Akar sebagai tempat masuknya mineral (zat-zat hara) dari tanah menuju ke seluruh bagian tumbuhan. Sebagai tumbuhan dikotil maka tanaman cabai memiliki akar tunggang yang menembus ke tanah dan akar serabut yang tumbuh menyebar ke arah samping (Bina Karya Tani, 2013).
Tanaman cabai tidak memliki akar tunggang sejati. Akar tunggang pada tanaman cabai adalah beberapa akar utama yang tumbuh ke arah bawah dan ukurannya lebih besar dari akar-akar yang lain, sehingga akar ini disebut dengan akar tunggang semu. Selebihnya, akar cabai didominasi oleh akar-akar serabut (Neti Suriana, 2013).
Secara morfologi (struktur luar) akar tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding tipis dan aktif membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh  tudung akar (kaliptra). Tudung akar berfungsi untuk melindungi akar terhadap kerusakan mekanis pada waktu menembus tanah. Untuk memudahkan akar menembus tanah bagian luar tudung akar mengandung lendir (Bina Karya Tani, 2013).
Menurut Warisno dan Dahana (2010) dalam Neti Suriana (2013), akar cabai menyerupai akar tanaman kacang-kacangan. Akar tanaman cabai memiliki bintil-bintil akar yang merupakan hasil simbiosis mutualisme dengan beberapa mikroorganisme tanah.
2.        Batang
Batang tanaman cabai tidak berkayu, warna batang yang masih muda umumnya adalah hijau, hijau tua atau hijau muda. Batang ditumbuhi bulu halus berwarna putih. Pada batang yang mulai menua, seperti pangkal batang, warna batang berubah menjadi agak cokelat seperti kayu. Bagian ini disebut kayu semu yang merupakan hasil pengerasan dari jaringan parenkim (Neti Suriana, 2013).
Bagian luar batang tumbuhan berbentuk persegi empat hingga bulat, dengan posisi cenderung tegak, dan bercabang banyak. Batang tanaman pada saat muda berwarna kehijauan sampai keunguan, dengan ruas berwarna hijau atau ungu bergantung pada varietasnya, dan mudah patah (Tim Bina Karya Tani, 2013).
3.        Daun
Secara morfologi, pada umumnya daun memiliki bagian-bagian helaian daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus). Pada tangkai daun terdapat bagian yang menempel pada batang yang disebut tangkai daun (Bina Karya Tani, 2013).
Daun tanaman cabai bentuknya bervariasi, tergantung pada jenis dan varietasnya. Umunnya, berbentuk bulat telur, agak lonjong, bahkan lanset. Warna permukaan daun umumnya hijau, hijau tua hingga kebiruan untuk bagian atas. Sementara permukaan daun bagian bawah umumnya berwarna hijau muda atau hijau pucat (Neti Suriana, 2013).
Secara anatomi daun serupa dengan anatomi batang. Jika mengamati daun dibawah mikroskop, akan tampak bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu epidermis, jaringan tiang (jaringan palisade), jaringan bunga karang (jaringan spons), dan berkas pembuluh angkut daun. Daun merupakan organ tumbuhan yang berfungsi sebagai tempat fotosintesis, transpirasi, dan sebagai alat pernapasan (Bina Karya Tani, 2013).
4.        Bunga
Tanaman cabai masuk dalam subkelas asteridae (berbunga bintang), hal ini menunjukan bahwa cabai memiliki bunga berbentuk bintang. Bunga umumnya tumbuh di sela-sela ketiak daun dan terkadang juga tumbuh di siku percabangan ranting. Bunga cabai memiliki mahkota bunga beragam. Ada yang putih, putih kehijauan atau ungu. Secara keseluruhan, diameter bunga cabai berkisar antara 5-20 mm.
Bagian-bagian bunga cabai terdiri atas mahkota, kelopak, benang sari, dan kepala putik. Sehingga, bunga tanaman cabai digolongkan juga sebagai bunga sempurna, di mana alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik) berada dalam satu bunga (Neti Suriana, 2013). Setiap bunga mempunyai 5 daun buah dan 5-6 daun mahkota yang berwarna putih dan ungu tergantung pada varietasnya. Serbuk sari terdapat dalam kantung sari, dan letaknya seakan-akan menjadi satu sehingga membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik (Bina Karya Tani, 2013).
5.        Buah dan Biji
Buah adalah bagian dari tanaman cabai yang dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi. Bentuk buah cabai sangat bervariasi mulai dari bulat panjang, menggembung, tipis, dan agak keriting, tergantung varietasnya. Warna buah yang masih muda umumnya hijau atau hijau tua dan berubah menjadi kekuning-kuningan hingga merah, merah tua, bahkan merah gelap mendekati ungu. Bagian-bagian buah cabai terdiri atas daging buah, biji, dan empulur (Neti Suriana, 2013).
Bentuk biji cabai adalah kecil, bulat pipih seperti ginjal, dengan warnanya kuning kecoklatan. Berat 1.000 buah biji cabai berkisar antara 3-6 gram. Proses penuaan buah berlangsung antara 50-60 hari sejak bunga mekar. Sedangkan tanaman cabai mulai berbunga pada umur 60-75 hari setelah disemaikan (Emil Salim, 2013).
2.3    Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 
Tanaman cabai dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, tergantung pada varietasnya. Sebagian besar sentra produsen cabai berada di dataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000-1.250 mdpl. Tanaman cabai tidak tahan hujan dan sinar matahari yang terik. Suhu yang baik adalah antara 210C-280C. Suhu udara yang terlalu tinggi menyebabkan buahnya sedikit.
1.        Iklim
Tanaman cabai pada umumnya tumbuh baik pada musim kemarau, tetapi dengan pengairan yang baik. Tanaman cabai merupakan tanaman yang tidak begitu tahan terhadap banyak hujan, terutama pada waktu berbuah. Air dapat terpenuhi bila daerah pertanamannya memiliki curah hujan yang cukup pada kisaran antara 750-1.250 mm/tahun atau merata sepanjang tahun (Tim Bina Karya Tani, 2013).
Angin sepoi-sepoi cocok untuk menanam cabai. Curah hujan tinggi berpengaruh terhadap kelebihan air. Intensitas sinar matahari sangat dibutuhkan tanaman cabai, berkisar antara 10-12 jam per hari. Sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai 24OC-28OC.
2.        Tanah
Tanaman cabai umumnya tumbuh baik pada tanah yang memiliki banyak bahan organik, bertekstur remah, gembur, tidak terlalu liat, tidak terlalu porus dan tidak becek, bebas hama cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Tanah yang memiliki tekstur liat kurang baik karena memiliki drainase yang kurang baik sehingga pernafasan akar tanaman menjadi terganggu dan penyerapan unsur hara kurang baik. Sebaliknya, tanah yang terlalu porus/banyak pasir juga kurang baik karena unsur hara mudah terbawa air. Tanah yang becek seringkali menyebabkan gugur daun dan mudah terserang penyakit layu. Untuk memperbaiki tekstur tanah yang terlalu liat atau terlalu porus, dapat menambahkan pupuk kandang.
3.        Derajat Keasaman (pH)
Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5,5-6,8 dan pH optimum 6,0-6,5. Tanaman cabai yang ditanam pada tanah kondisi asam (pH  5,5) dapat mengalami keracunan unsur Alumunium (Al), Besi (Fe), dan Mangan (Mn). Tanah yang memiliki keasaman tinggi, ketersediaan unsur-unsur Fosfor, Kalium, Belerang, Kalsium, Magnesium, dan Molibdinum menurun dengan cepat. Pada tanah dengan derajat keasaman pH  5,5, cendawan yang hidup pada kondisi tersebut akan bersaing dengan bakteri, karena berkembang dengan baik pada kondisi pH tinggi. Tanah dengan derajat keasaman yang tinggi (pH  5,5) dapat diperbaiki dengan pengapuran sehingga pH-nya naik mendekati pH optimum. Sedangkan pada kondisi tanah dengan pH tinggi/basa maka dapat dilakukan dengan penambahan belerang (S).
4.        Air
Pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam tanah, karena air mempunyai peranan penting dalam proses kehidupan tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktivitas fisiologi maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan berbagai perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada akhirnya tanaman mati (Hasan Basri Jumin, 2012).
2.4    Media Tanam
1.        Tanah
Tanah yang baik untuk media tanam sebaiknya diambil dari lapisan bagian (top soil). Secara umum terdapat dua tipe tanah yaitu yang harus diperhatikan yakni tanah pasir dan tanah lempung. Tanah yang berpasir memiliki kemampuan drainase yang baik, cepat mengalirkan air namun kelemahannya tanah tersebut buruk dalam menyimpan air sebagai cadangan. Sedangkan tanah lempung lebih sulit ditembus oleh air sehingga akan membuat air tergenang dalam media tanam. Tanah yang baik untuk media tanaman tidak terlalu berpasir dan tidak terlalu lempung, melainkan harus gembur.

2.        Pasir
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.
3.        Pupuk Kandang Kambing
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman.
Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan steril. Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau cendawan yang dapat merusak tanaman.
Pupuk kandang terdiri dari pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Sebaliknya, pupuk dingin memiliki proses penguraian yang berlangsung lambat. C/N yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak menimbulkan panas. Kualitas pupuk kandang ditentukan oleh C/N rasio (Emil Salim, 2013).

III. METODE PENELITIAN
3.1    Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di areal kebun percobaan PT. Geger Halang Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan. Lokasi tersebut berada pada ketinggian 325 meter di atas permukaan laut (mdpl). Waktu percobaan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Adapun hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 3, dan data curah hujan 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2    Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : benih cabai (Capsicum annum), pupuk NPK, pupuk daun (gandasil D dan gandasil B), tanah, pasir dan pupuk kandang kambing, dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : polibag dengan ukuran diameter 40 cm, ember, cangkul, serok tangan, pisau, handsprayer, ajir (sebagai penyangga tumbuh tanaman), gunting, jangka sorong, timbangan, meteran dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
3.3    Rancangan Percobaan
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian terdiri dari 10 kombinasi perlakuan komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) pada tanaman cabai (Capsicum annum L.).

Dengan demikian susunan perlakuannya adalah :
A = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:0:0)
B = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:1:0)
C = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:0:1)
D = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:1:1)
E = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (2:1:1)
F = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:2:1)
G = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:1:2)
H = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (2:2:1)
I = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (2:1:2)
J = Tanah : Pasir : Pupuk kandang (1:2:2)
Masing – masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, maka jumlah satuan perlakuan adalah 30 satuan perlakuan. Dalam satu perlakuan ditanam 1 buah benih cabai, sehingga jumlah benih yang ditanam dalam penelitian ini sebanyak 30 benih cabai.
3.4    Pelaksanaan Percobaan
1.      Persemaian
Sebelum ditanam di polibag, biji cabai disemaikan terlebih dahulu di dalam tray yang sebelumnya telah di isi dengan campuran tanah (top soil) dan pupuk kandang dengan komposisi 1:1. Sebelum disemai benih direndam dalam air hangat kurang lebih selama 30 menit. Benih yang mengapung setelah direndam harus dibuang karena benih tersebut pertumbuhannya tidak akan maksimal. Tempat persemaian diberikan atap pelindung supaya terhindar dari sinar matahari langsung dan curah hujan. Perawatan persemaian terdiri dari penyiraman, pengaturan cahaya, dan pemberantasan hama/penyakit. Penyiraman dilakukan 1-2 kali/hari atau tergantung cuaca, dan semprot dengan pupuk daun pada dosis rendah 0,5 gr/lliter air saat tanaman berumur 10-15 hari, serta penyemprotan pestisida pada konsentrasi setengah dari yang dianjurkan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit. Setelah bibit cabai tumbuh akar dan daun kurang lebih 3-4 helai atau kurang lebih berumur 3 minggu, bibit tersebut dapat dipindahkan ke polibag.
2.        Persiapan Media
Polibag yang digunakan untuk perlakuan berukuran 40 cm dan diisi media tanam dengan perbandingan tanah, pasir dan pupuk kandang. Media tanam dipindahkan ke lahan yang telah disiapkan kemudian disusun sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang telah ditetapkan. Jarak antar perlakuan (polibag) yaitu 30 cm x 30 cm.
3.        Pemberian Label
Pemberian label pada polibag dilakukan setelah selesai pembuatan media tanam. Label terbuat dari kertas cover dan dibungkus plastik untuk menghindari kerusakan akibat air hujan maupun penyiraman. Pemberian label bertujuan untuk membedakan perlakuan yang akan diberikan pada masing-masing tanaman cabai merah.
4.        Penanaman
Setelah berumur 3 minggu dan sudah memiliki 4 helai daun, bibit tanaman cabai merah dipindahkan secara hati-hati ke dalam polibag besar ukuran 40 cm yang sebelumnya telah diisi dengan media tanam sesuai perlakuan. Bibit tanaman cabai merah yang akan dipindahkan sebelumnya telah diseleksi guna penyeragaman di dalam penanaman. Pemindahan bibit tanaman cabai merah dari tray benih ke polibag besar dilakukan secara perlahan-lahan dan hati-hati agar akar bibit tidak rusak. Kemudian bibit cabai siap ditanam ke dalam polibag besar. Pada setiap polibag terdapat satu tanaman cabai dan untuk perawatan selanjutnya dilakukan penyiraman.
5.        Pemeliharaan
a.        Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan atau saat tanaman cabai masih menyesuaikan diri terhadap lingkungan, maka penyiraman dilakukan secara rutin setiap hari, terutama di musim kemarau. Setelah tanaman tumbuh kuat dan perakaranya penyiraman dilakukan 2 kali seminggu atau sesuai dengan kondisi kelembaban tanah. Penyiraman tanaman dilakukan pada pagi hari sebelum jam 09.00 pagi, karena pada siang harinya tanaman banyak membutuhkan air untuk proses fotosintesis. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprayer.
b.        Pemupukan
Pemupukan pada tanaman cabai yang ditanam dalam polibag sangat penting karena media tanam dan unsur hara yang sangat terbatas. Ada dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk sintetis (NPK) dan pupuk daun (gandasil D dan Gandasil B).
1.        Pupuk NPK
            Pemupukan dilakukan pada umur 30 HST dengan pupuk NPK sebanyak 5 g/tanaman, 60 HST  dengan NPK sebanyak 5 g/tanaman dan 90 HST dengan NPK sebanyak 10 g/tanaman.
2.        Pupuk Daun (Gandasil D dan Gandasil B)
Pemberian dosis pupuk daun pada tanaman umur  1 - 2 bulan adalah 1 gram pupuk dilarutkan dalam 1 liter air, dan disemprotkan masing-masing tanaman 200-300 ml (1 liter  = 1000 ml). Untuk tanaman berumur 3 - 4 bulan, dosis pupuk ditingkatkan menjadi 1,5 gram (cara pemberian sama). Sedangkan untuk tanaman berumur diatas 4 bulan, dosis pupuk dijadikan 2 gram. Pemberian pupuk daun Gandasil D ketika tanaman berada diawal pertumbuhan dan disemprotkan setiap 8-10 hari sekali, tergantung pada keadaan setempat. Makna D dari Gandasil D adalah daun, dengan pemberian pupuk ini maka pertumbuhan yang diutamakan adalah daun, terlihat dari kandungan Nitrogen (N) yang lebih dominan dibandingkan unsur dan senyawa lainnya. Sedangkan pupuk daun Gandasil B saat tanaman berbunga atau berbuah dan disemprotkan setiap 8-10 hari sekali, tergantung dari keadaan setempat. Gandasil B baik untuk digunakan pada fase generatif, makna B dari Gandasil B adalah buah. Kandungan Fosfat (P2O5) sebanyak 20% diperuntukkan untuk menunjang pembentukan tunas bunga, kandungan Kalium (K2O) yang 2 kali lipat lebih tinggi dari pada Gandasil D berguna untuk membentuk karbohidrat pada buah dan Magnesium (MgSO4) untuk tambahan energi membentuk bunga dan buah 3 kali lipat lebih tinggi dari pada yang terkandung di Gandasil D. Kandungan Nitrogen (N) Gandasil B hanya 6%, karena fungsi utamanya bukan untuk membentuk daun.
 Berikut ini adalah beberapa jenis pupuk mikro dan kandungannya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pupuk Daun dan Kandungan
Jenis Pupuk
Kandungan
Konsentrasi Pengunaan
Gandasil B
N 6%, P 20%, K 30%, Mg 3%, dan Mn, B, Cu, Co, Zn, dalam jumlah cukup untuk tanaman
1 g/liter air
Gandasil D
N 20%, P 15%, K 15%, Mg 1%, dan Fe, Mn, B, Cu, Co, Zn, Mo dalam jumlah cukup untuk tanaman
2g/liter air
3.                  Pemberian Ajir
Pengajiran Ajir (lanjaran) ditancapkan dalam polibag di samping tanaman pada jarak 10 cm dari pangkal batang.  Hal ini untuk membantu menopang tanaman. Pemasangan ajir (tongkat bambu) dilakukan pada hari ke-7 Sejak bibit dipindahkan.
4.        Penyiangan
Penyiangan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan mencabut rumput/gulma di sekitar tanaman cabai.
5.        Perempelan (pembuangan)
Perempelan dilakukan terhadap tunas samping yang muncul sebelum pembungaan (masa generatif) agar tanaman tumbuh besar terlebih dahulu (masa vegetatif). Perempelan dilakukan pada daun-daun tua, bunga pertama dan seluruh tunas yang keluar dari ketiak daun di bawah percabangan pertama.
6.        Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian organisme pengganggu tanaman ada dua cara yaitu cara preventif dan cara kuratif. Cara preventif adalah pengendalian atau tindakan sebelum tanaman mendapat serangan hama dan penyakit. Sedangkan cara kuratif adalah pengendalian atau tindakan setelah tanaman mengalami gangguan serangan hama dan penyakit.
c.              Panen
Pada waktu pemanenan penting sekali diperhatikan umur panen dan cara panennya. Pada umur 60 hari setelah tanam, cabai dalam polibag sudah masuk fase generatif yaitu mulai berbunga dan pematangan buah sampai umur 70 hari setelah tanam. Ciri-ciri buah cabai yang sudah siap dipanen yaitu warna kulit buah mulai terlihat berubah. Warna kulit buah tampak berubah dari hijau menjadi merah, merah menyala atau merah tua dan ukuran buah terlihat mulai optimal. Buah terlihat menggembung, berisi, dan tampak lebih besar. Panen pertama dilakukan pada umur 79 hari kemudian panen berikutnya setiap 4 hari sekali dan selama percobaan dilakukan pemanenan sebanyak enam kali.
3.5    Pengamatan
3.5.1        Pengamatan Penunjang
Pengamatan penunjang adalah pengamatan yang datanya dijadikan sebagai penunjang data pengamatan utama dalam menjawab hipotesis, meliputi analisis tanah sebelum percobaan, curah hujan, serangan hama dan penyakit, gangguan gulma dan daya tumbuh.
3.5.2        Pengamatan Utama
Pengamatan utama adalah pengamatan yang datanya diuji secara statistik, yang dilakukan terhadap komponen pertumbuha dan keberhasilan pertumbuhan benih cabai. Pengamatan utama dilakukan terhadap variabel – variabel sebagai berikut : Tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot buah segar per tanaman (gram), jumlah buah per tanaman (kg) dan diameter buah.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1.      Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai daun tertinggi yaitu yang tegak alami. Pengukuran dilakukan mulai saat tanaman berumur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST).
2.      Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun dilakukan ada daun yang sudah berkembang sempurna. Penghitungan dilakukan pada tanaman mulai berumur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST).
3.      Bobot buah segar per tanaman
Bobot buah segar per tanaman adalah bobot buah segar dari seluruh panen pada setiap tanaman. Penimbangan dilakukan setelah panen.
4.      Jumlah buah pertanaman
Jumlah buah pertanaman adalah jumlah buah dari seluruh panen pada setiap tanaman. Penimbangan dilakukan setelah panen.
5.      Diameter buah
Diameter buah merupakan rata-rata diameter buah cabai pada setiap polibag percobaan. Pengukuran dilakukan setelah buah di panen.
3.6    Analisi Data Hasil Percobaan
Model linier Rancangan Acak Lengkap sederhana menurut Wijaya (2010) adalah sebagai berikut :
Yij = ij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
  = rata – rata umum
ti = pengaruh perlakuan ke-i
ij = pengaruh galat percobaan

Berdasarkan model linear dapat disusun daftar sidik ragam disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sidik Ragam 
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
F hitung
F 0,05
Perlakuan(P)
9
 .ij ...2/r-FK
JK(p)/DB(p)
KT(p)/KT(g)
2,393
Galat
20
JK(t) – JK(p)
JK(g)/DB(g)


Total
29
∑yij...2 – Y...2/rt-FK




Keterangan :
Y...= Total umum
Yjk = angka pengamatan perlakuan ke-j dan ulangan ke-k
Dari hasil pengolahan data atau analisis sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata dari perlakuan atau nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf nyata 5 % maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji gugus Scott-Knott. Adapun langkah – langkah Uji Gugus Scott-Knott adalah sebagai berikut :
1.        Nilai rata – rata perlakuan disusun urutannya dari nilai terkecil sampai terbesar.
2.        Kemudian ditentukan nilai pembanding λ (lamda) dengan menggunakan rumus :
λ =    
So2 =
Dimana :
= 22/7 = 3,14285
= Jumlah kuadrat antar semua pasangan gugus nilai (dipilih yang paling besar)
= Nilai rata – rata perlakuan ke-i
y...
= Nilai rata – rata umum
Sy2
= Se2/r = Ragam galat rata –rata
Se2
= Ragam galat percobaan
R
= Banyaknya ulangan
A
= Derajat bebas galat percobaan
T
= Banyaknya nilai rata –rata perlakuan yang diperbandingkan
            Sebaran  (lamda) disekati oleh sebaran Chi-kuadrat (x2), maka gugus rata – rata perlakuan yang diuji sudah seragam. Jika  (lamda) lebih besar dari Chi-kuadrat (x2), maka gugus rata – rata yang diuji tidak seragam. Pengujian dilanjutkan pada tiap – tiap pecahan gugus. Pengujian dihentikan jika ternyata antara gugus nilai rata – rata perlakuan sudah seragam.
3.7      Analisis Korelasi Antara Komponen Pertumbuhan dan Hasil
Analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan hasil cabai (Capsicum annum) :
a.    Tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman.
b.    Jumlah daun dengan bobot buah segar per tanaman.
Untuk mengetahui korelasi antara komponen pertumbuhan dan hasil cabai, maka koefisien korelasi yang digunakan yaitu dengan koefisien korelasi Product Moment yang dikemukakan Wijaya (2000) sebagai berikut :
r =
n∑XY – (∑X) (∑Y)
√[n∑X2 – (∑X)2 [n∑Y2 – (∑Y)2]
Selanjutnya untuk menguji keberartian koefisien korelasi terdapat 2 macam statistik yang digunakan yaitu :
Ho : p = 0
Hi : p ≠ 0
t =
r√ n – 2
√ 1 – r2
Kaidah pengujian : terima Ho : jika – tα/2(n-2) < t < tα/2(n-2)
Tabel 5. Kategori r
Batas nilai r
Kategori
0
0,01 – 0,19
0,20 – 0,39
0,40 – 0,59
0,60 – 0,79
0,80 – 1,00
Tidak berkorelasi
Korelasi sangat rendah
Korelasi rendah
Korelasi sedang
Korelasi tinggi
Korelasi sangat tinggi
Sumber : http// www. risetsatu. com
Keterangan : batas nilai positif atau negatif (+ atau -) mempunyai kategori yang sama.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Penunjang
4.1.1 Analisis Tanah
            Menurut hasil analisis tanah yang diperoleh dari Pusat Penelitian Agroteknologi (Puslitagro) PG Rajawali II Jatitujuh, menunjukan bahwa pH tanah adalah 5,76 (agak masam), C-organik 1,61%, kandungan N-total 0,09 (sangat tinggi), C/N 17,85, kandungan P2O5 62,24 mg/100 g (sedang), Kandungan K2O 52,42 (tinggi), kandungan S 40,62 (rendah),  KTK (Kapasitas Tukar Kation) 9,82 me/100 g (rendah), dan bertekstur 3 fraksi, pasir 71,07%, debu 24,80%, liat 4,13% (Lampiran 3). Berdasarkan dari hasil analisis tanah tersebut, menunjukan bahwa tanah tersebut sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai merah.

4.1.2 Analisis Pupuk Kandang
            Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari Pusat Penelitian Agroteknologi (Puslitagro) PG Rajawali II Jatitujuh, untuk komposisi pupuk kandang kambing terdapat beberapa kandungan seperti kadar air 21,56%, kandungan pH-H2O 8,39, kandungan C-organik 16,74%, kandungan N-total 1,94, kandungan C/N 8,63, kandungan P2O5 1,74%, kandungan K2O 3,90%, dan kandungan S 0,70%.
4.1.3 Curah Hujan
            Selama percobaan dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Berdasarkan data curah hujan selama 10 tahun terakhir (2005-2014), pengamatan penunjang terhadap curah hujan yang diperoleh dari UPTD Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Kuningan dengan nilai Q yaitu 58%, dapat diketahui bahwa tempat percobaan tersebut memiliki tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson (1951) termasuk hujan tipe C (33,3% ≤ Q ≤ 60,3%) yang bersifat agak basah. Data curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada (Lampiran 4).
4.1.4 Hama dan Penyakit
Aphid (Thrips sp.), serangan hama aphid terjadi pada umur 30 HST menyerang bagian daun tanaman untuk menghisap cairan dalam sel. Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis atau manual dengan cara bersihkan daun-daun yang terkena aphid.
Belalang, serangan hama ini terjadi pada umur 65 HST menyerang bagian daun tanaman dan pada serangan yang serius, bisa menyebabkan daun hanya tinggal tulang daunnya saja. Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara menangkapnya.
Penyakit bercak daun, serangan penyakit ini terjadi pada umur 75 HST menyerang pada daun terdapat bercak-bercak bulat. Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara membuang daun yang terkena penyakit supaya tidak menyebar pada daun atau tanaman lainnya.
4.1.5 Gulma
            Gulma yang tumbuh pada tempat percobaan diantaranya yang paling banyak adalah teki (Cyperus rotundus). Untuk mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, maka dilakukan penyiangan mulai umur 36 HST dan penyiangan selanjutnya dilakukan setiap dua minggu sekali.
4.1.6 Daya Tumbuh
            Benih cabai yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih cabai kultivar Fanatic. Bibit cabai mulai tumbuh pada umur 7 HST. Dari total bibit yang ditanam 90 bibit hanya 3 yang tidak tumbuh, sehingga  persentase daya tumbuh bibit cabai masuk ke dalam kategori baik yaitu 97%.
            Pada umur 60 hari setelah tanam, cabai dalam polibag sudah masuk fase generatif yaitu mulai berbunga dan pematangan buah sampai umur 70 hari setelah tanam (HST). Ciri-ciri buah cabai yang sudah siap dipanen yaitu warna kulit buah mulai terlihat berubah. Warna kulit buah tampak berubah dari hijau menjadi merah, merah menyala atau merah tua dan ukuran buah terlihat mulai optimal. Buah terlihat menggembung, berisi, dan tampak lebih besar. Panen pertama dilakukan pada umur 79 hari kemudian panen berikutnya setiap 4 hari sekali / sesuai dengan kondisi buah. Pemungutan hasil dilakukan dengan cara memotong bagian tangkai buah dengan menggunakan gunting. Selama percobaan dilakukan pemanenan enam kali.
4.2 Pengamatan Utama
            Pengamatan utama yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, diameter buah, dan bobot buah per tanaman.
4.2.1 Tinggi Tanaman
            Hasil analisis tinggi tanaman menunjukan bahwa perlakuan komposisi media tanam pada umur 28, 42, dan 56 HST berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman  dapat dilihat pada Lampiran 7, 9, dan 11.
Tabel 6. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Umur 28, 42, dan 56 HST.
Perlakuan
Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)
28HST
42HST
56HST
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
5,67 a
15,33 a
22,67 a
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
5,33 a
12,33 a
19,33 a
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
6,67 b
30,67 b
43,67 c
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
7,00 b
34,67 c
46,00 c
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
7,00 b
26,33 b
35,00 b
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
7,00 b
35,33 c
48,67 c
     G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk kandang 2)
6,00 a
32,67 c
45,00 c
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
7,00 b
31,33 b
46,67 c
I  (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
7,00 b
34,33 c 
37,67 b
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
7,00 b
37,33 c
52,00 c
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
            Pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang tinggi adalah perlakuan C, D, E, F, H, I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A, B dan G.
  Perlakuan komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pada umur 28 HST. Menurut Sri Setyati Harjadi (1991), pertumbuhan vegetatif terjadi akibat adanya pembelahan sel dan perpanjangan sel di dalam jaringan meristematik pada titik tumbuh batang, ujung-ujung akar, dan pada kambium. Perlakuan komposisi media tanam akan semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Kandungan unsur hara N, P, dan K yang ada dalam bahan organik merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman terutama nitrogen. Menurut Kononova (1961), nitrogen dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan warna hijau pada daun.
            Perlakuan komposisi media tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang tinggi adalah perlakuan D, F, G, I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A, dan B.
Respon tanaman yang nyata diduga karena peranan unsur hara makro dan mikro serta senyawa pengatur tumbuh alami yang terkandung di dalam bahan organik. Nutrisi yang dikandung di dalam bahan organik tersebut berhubungan erat dengan fungsi masing-masing dalam proses metabolisme tanaman. Hal ini didukung oleh Dwidjoseputro (1985) yang menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh subur apabila semua elemen unsur hara yang dibutuhkan cukup tersedia.
Perlakuan komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang tinggi adalah perlakuan C, D, F, G, H dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A, dan B.
            Menurut Rinsema (1983), peningkatan tinggi tanaman merupakan suatu pencerminan dari pertumbuhan tanaman yang menyebabkan perpanjangan ruas-ruas tanaman akibat memanjang dan membesarnya sel-sel, seiring dengan bertambahnya umur tanaman, untuk pertumbuhan suatu tanaman ditentukan oleh tersedianya unsur hara dalam tanah. Adrizal dan Jalid (1995) bahwa dengan peningkatan kandungan bahan organik dalam tanah akan meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P dan K sehingga memacu pertumbuhan tanaman.
4.2.2 Jumlah Daun (helai)
Hasil analisis ragam menunjukan perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman cabai pada berbagai umur (28, 42 dan 56 HST) dapat dilihat pada Lampiran 13, 15, dan 17.
Tabel 7. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Jumlah Daun (helai) Umur 28, 42, dan 56 HST.
Perlakuan
Rata-rata Jumlah Daun Per Tanaman (helai)
28HST
42HST
56HST
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
6,00 a
15,33 a
17,33 a
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
6,00 a
11,33 a
21,33 a
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
6,00 b
31,67 b
57,33 b
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
7,33 b
39,33 b
68,67 b
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
6,67 a
31,33 b
52,67 b
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
6,67 a
34,67 b
66,00 b
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk kandang 2)
8,00 b
38,67 b
56,67 b
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
8,00 b
34,00 b
52,67 b
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
8,00 b
47,33 c 
77,33 c
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
8,00 b
62,67 c
94,00 c
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Pada Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan nilai rata-rata jumlah daun tanaman yang tinggi adalah perlakuan C, D, G, H, I, dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 28  HST yang memberikan nilai rata-rata jumlah daun tanaman cabai yang rendah adalah perlakuan A, B, E, dan F. Menurut Sri Setyati Harjadi, (2002), adanya karbohidrat yang cukup akan mempercepat terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman, seperti halnya tinggi tanaman dan jumlah daun. Menurut Franklin P. Gardner dkk, (1991), Jumlah daun yang dihasilkan pada suatu pucuk atau srisip ditentukan oleh plumula pembungaan. Pembentukan plumula daun pada ujung memungkinkan pembentukan pemula bunga (Sharman, 1945; Bunting dan Drennan, 1966) dalam (Franklin P. Gardner dkk, 1991) yang menetapkan jumlah daun.
Perlakuan komposisi media tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi adalah perlakuan I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A dan B. Hal ini disebabkan pemberian bahan organik ke dalam media dapat mensuplai unsur hara, terutama nitrogen dan meningkatkan aktivitas mikrobia. Salah satu aktivitas penting dari mikro organisme adalah melakukan proses mineralisasi bahan-bahan organik dan mengubah organik  menjadi nitrogen anorganik dan pada akhirnya akan memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti jumlah daun. Sesuai pendapat Saifuddin Sarief (1986), bahwa proses mineralisasi bahan organik oleh mikrobia akan melepaskan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, terutama N dan P. Nitrogen merupakan komponen asam amino, protein dan asam nukleat, penyusun protoplasma, sedangkan fosfat merupakan penyusun inti sel yang penting dalam pembelahan sel, pembentuk fosfolida dan nukleoprotein. Dengan demikian nitogen dan fosfat bagi tanaman dapat merangsang pertumbuhan tanaman khususnya batang, cabang, dan daun.
            Perlakuan komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi adalah perlakuan I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A dan B. Hal ini disebabkan meningkatnya serapan unsur hara mako, khususnya fosfat dan beberapa unsur hara lainnya. Peningkatan serapat fosfat akan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, mengingat salah satu peran langsung dari fosfat yaitu pemindahan energi pada reaksi-reaksi metabolisme di dalam sel. Menurut Sri Setyadi Harjadi (1991), menyatakan bahwa jika suatu tanaman membentuk sel baru, pemanjangan sel dan penebalan jaringan serta pembentukan kambium, hal ini merupakan pertumbuhan batang, daun, sistem perakaran dan pembuluh kayu baik pada batang maupun akar.
4.2.3 Jumlah Buah Per Tanaman
            Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah buah per tanaman, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 23.
Tabel 8. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Jumlah Buah Per Tanaman (buah).
Perlakuan
Rata-rata Jumlah Buah Per Tanaman (buah)
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
11,44 a
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
11,89 a
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
24,67 c
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
29,89 d
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
30,78 d
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
18,44 a
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
21,56 a
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
15,78 a
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
19,33 a
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
21,33 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Dari Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan E memberikan rata-rata jumlah buah tanaman cabai yang paling tinggi yaitu sebesar 30,78 buah. Bobot segar tanaman cabai yang paling rendah dicapai pada perlakuan A yaitu sebesar 11,44 buah.
Asprano Mardjuki (1990) bahwa hasil tanaman dipengaruhi oleh masa pertumbuhan vegetatif yang dialami tanaman, jika masa pertumbuhan baik maka hasil yang di dapat akan maksimal. Selain itu jumlah pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah, serta kadar unsur hara yang terdapat dalam pupuk.
4.2.4 Diameter Buah
Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap diameter buah dapat dilihat pada Lampiran 21.
Tabel 9. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Diameter Buah.
Perlakuan
Rata-rata Diameter Buah (cm)
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
0,69 a
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
0,57 a
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
1,09 b
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
1,09 b
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
1,04 b
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang1)
1,17 b
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
0,97 b
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
0,96 b
I   (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
1,07 b
J  (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
0,68 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Dari Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan F memberikan rata-rata diameter buah tanaman cabai yang paling tinggi yaitu sebesar 1,17 cm. Bobot segar tanaman cabai yang paling rendah dicapai pada perlakuan B yaitu sebesar 0,57 cm.
Menurut Jajah Koswara, (1988), bahwa ukuran buah tanaman ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif sebelum berbunga. Dengan demikian agar produksi tinggi, perlu memperhatikan pertumbuhan vegetatifnya.
4.2.5 Bobot Buah Segar Per Tanaman (g)
            Hasil analisis ragam menunjukan perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah segar per tanaman, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19.
Tabel 10. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Bobot Buah Segar Per Tanaman (g).
Perlakuan
Rata-rata Bobot Buah Per Tanaman (g)
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
218,35 a
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
146,58 a
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
372,24 b
 D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
442,11 c
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
499,56 c
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
309,57 a
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
344,33 b
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
229,26 a
 I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
296,42 a
 J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
362,17 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
            Dari Tabel 10 terlihat bahwa perlakuan E memberikan rata-rata bobot buah segar tanaman cabai yang paling tinggi yaitu sebesar 499,56 g. Bobot segar tanaman cabai yang paling rendah dicapai pada perlakuan B yaitu sebesar 146,58 g.
            Menurut Sri Setyadi Harjadi (2002), penyerapan hara dan air oleh tanaman akan meningkatkan pembentukan klorofil. Klorofil berperan dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Lebih lanjut karbohidrat merupakan sumber energi pembelahan sel. Tanaman bila aktif melakukan pembelahan sel, maka secara tidak langsung tanaman tersebut menjadi cepat pertumbuhannya. Saifuddin Sarief (1986), menambahkan bahwa, ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi tanaman.
4.3 Analisis Korelasi Antara Komponen Pertumbuhan dan Hasil
Analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan hasil cabai (Capsicum annum) :
c.    Tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman.
d.   Jumlah daun dengan bobot buah segar per tanaman.
4.3.1 Korelasi Antar Tinggi Tanaman Umur 28, 42 dan 56 HST dengan Bobot Buah Segar Per tanaman Cabai
Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Moment Product, ternyata terdapat hubungan yang nyata antara tinggi tanaman pada umur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST) dengan bobot buah segar per tanaman, dimana nilai t hitung > t0,025(28) terjadi korelasi.
            Hasil perhitungan uji korelasi pearson antar tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman dapat dilihat pada Lampiran 25.
Tabel 11.     Korelasi Antar Tinggi Tanaman Umur 28, 42 dan 56 HST dengan
                    Bobot Buah Segar Per Tanaman.
Uraian
Tinggi Tanaman Umur
28 HST
42 HST
56 HST
Nilai r
0,532
0,533
0,472
Kategori r
Sedang
Sedang
Sedang
Nilai r2
0,350
0,284
0,2222
Nilai t
3,887
3,337
2,834
Nilai t0,025 (28)
2,048
2,048
2,048
Kesimpulan
Nyata
Nyata
Nyata

Setelah dilakukan uji t pada taraf nyata 5 % ternyata tinggi tanaman pada umur 28, 42 dan 56 HST nilai korelasinya bersifat nyata. Kemudian nilai korelasi antara tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman menunjukan hasil yang sedang.
Pengaruh pupuk organik padat selain mampu meningkatkan populasi organisme tanah menguntungkan yang berperan dalam menjaga kesehatan tanah, juga dapat menekan berbagai penyakit dan  meningkatkan  kesehatan tanaman (Weltzein dkk, 1990) dalam (Jajang Sauman Hamdani, 2008 ).
4.3.2 Korelasi Antar Jumlah Daun Umur 28, 42 dan 56 HST dengan Bobot Buah Segar Per tanaman Cabai
Berdasarkan hasil analisis uji korelasi Moment Product, ternyata terdapat hubungan yang nyata antara jumlah daun pada umur 42, dan 56 hari setelah tanam (HST) dengan bobot buah segar per tanaman, dimana nilai t hitung > t0,025(28) terjadi korelasi. Sedangkan jumlah daun umur 28 HST dengan bobot buah segar per tanaman tidak menunjukan hubungan yang nyata, dimana nilai t hitung < t0,025(28).
            Hasil perhitungan uji korelasi pearson antar jumlah daun dengan bobot buah segar per tanaman dapat dilihat pada Lampiran 26.
Tabel 12.     Korelasi Antar Jumlah Daun Umur 28, 42 dan 56 HST dengan
                    Bobot Buah Segar Per Tanaman.
Uraian
Jumlah Daun Umur
28 HST
42 HST
56 HST
Nilai r
0,193
0,468
0,511
Kategori r
Sangat Rendah
Sedang
Sedang
Nilai r2
0,037
0,219
0,261
Nilai t
1,044
2,805
3,149
Nilai t0,025(28)
2,048
2,048
2,048
Kesimpulan
Tidak Nyata
Nyata
Nyata

Setelah dilakukan uji t pada taraf nyata 5 % jumlah daun pada umur 28 HST nilai korelasinya tidak nyata, sedangkan pada umur  42 dan 56 HST nilai korelasinya bersifat nyata. Kemudian nilai korelasi antara jumlah daun umur 42 dan 56 HST dengan bobot buah segar per tanaman menunjukan hubungan yang nyata dengan kategori sedang. Sedangkan pada umur 28 HST menunjukan hubungan yang tidak nyata dengan kategori sangat rendah.
            Banyaknya daun yang terbentuk tidak lepas dari peranan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Dengan demikian naiknya aktivitas fisiologi tumbuhan tersebut akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tanaman. Bahwa dengan adanya karbohidrat yang cukup dari hasil fotosintesis akan mempercepat terjadinya pembesaran sel-sel tanaman, yang pada gilirannya memacu pertumbuhan vegetatif termasuk penambahan jumlah daun. Jadi kalau tanaman membentuk sel-sel baru, pemanjangan sel-sel dan penebalan jaringan-jaringan sebenarnya mengembangkan batang, daun, dan sistem perakaran tanaman (Sri Setyadi Harjadi, 2002).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanama cabai (Capsicum annum L), dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.        Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot buah segar tanaman cabai.
2.        Komposisi perlakuan yang terbaik adalah perlakuan D (tanah : pasir : pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1), dan perlakuan  E (tanah : pasir : pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1 : 1) dapat memberikan pertumbuhan dan hasil yang tinggi bagi tanaman cabai.
3.        Terdapat korelasi antara komponen pertumbuhan dan komponen hasil terhadap tanaman cabai.
5.2 Saran
            Berdasarkan dari kesimpulan tersebut di atas, maka dari hasil percobaan ini penulis kemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1.        Perlakuan komposisi media tanam yang disarankan untuk tanaman cabai adalah tanah : pasir : pupuk kandang dengan perbandingan 2: 1: 1.
2.        Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai perlakuan tersebut guna mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jenis lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar