PENGARUH KOMPOSISI
MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Cabai
merupakan salah satu komoditi tanaman sayuran buah semusim yang berbentuk
perdu. Cabai tergolong sayuran buah multi guna dan multi fungsi yang dapat
dibudidayakan di lahan dataran rendah atau pun di lahan dataran tinggi (Tim
Bina Karya Tani, 2013).
Tanaman
cabai merah merupakan tanaman hortikultura yang sangat penting karena mempunyai
nilai ekonomi tinggi. Konsumsi buah cabai baik untuk kebutuhan industri maupun
kebutuhan rumah tangga dari tahun ke tahun semakin meningkat (Kementerian
Pertanian, 2103). Cabai besar adalah cabai merah yang merupakan salah satu
jenis cabai hibrida yang sangat diminati oleh para petani untuk dibudidayakan
karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tanamannya produktif dan memiliki
pasar yang luas (Emil Salim,2013). Adapun secara lengkap luas panen, produksi
dan produktivitas cabai merah disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.
Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Merah Nasional
|
Tahun
|
Luas
Areal Panen (ha)
|
Total
Produksi (Ton)
|
Produktivitas
(Ton/ha)
|
|
2010
|
122,76
|
807,16
|
6,58
|
|
2011
|
121,06
|
888,85
|
7,34
|
|
2012
|
120,28
|
954,31
|
7,93
|
|
2013
|
124,11
|
1012,88
|
8,16
|
Sumber :
Basis Data Statistika Pertanian 2013
Permintaan cabai yang tinggi dan pangsa pasar yang
sangat luas baik di dalam negeri maupun luar negeri menunjukan bahwa cabai
merupakan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Emil Salim,
2013).
Meningkatnya
harga kebutuhan cabai di kalangan masyarakat tidak lepas dari menurunnya
produksi cabai itu sendiri. Hal ini dapat dikarenakan mengenai cara pengolahan
tanaman cabai dengan semakin menipisnya lahan pertanian (Wiwid Septriyadi,
2011). Untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga tanaman cabai dapat ditanam di pekarangan
rumah dalam media polibag atau lainnya (Irma Audiah
Fachrista, dkk, 2014).
Cabai (Capsicum
annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi penting di Indonesia, karena buahnya selain dijadikan sayuran atau
bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani, sebagai bahan
baku industri, memiliki peluang ekspor dan membuka kesempatan kerja (Revany,
2011).
Cabai merupakan sumber vitamin A, B, C dan E , serta
ditambah mineral seperti molibdenum, mangan, folat, kalium, thiamin, dan tembaga. Cabai berisi tujuh kali lebih
banyak vitamin C dibandingkan dengan jeruk. Sebagai sumber vitamin C dan
memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin
yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu kandungan
vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap
orang, namun harus di konsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung
(Revany, 2011). Secara lengkap
kandungan gizi cabai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi yang Terkandung dalam 100 Gram Cabai (Capsicum annum).
|
NO
|
Kandungan Nutrisi
|
Jumlah
|
Satuan
(100 gram)
|
|
1.
|
Kalori
|
31,0
|
Kal
|
|
2.
|
Protein
|
1,0
|
G
|
|
3.
|
Lemak
|
0,3
|
G
|
|
4.
|
Karbohidrat
|
7,3
|
G
|
|
5.
|
Kalsium
|
29,0
|
Mg
|
|
6.
|
Fosfor
|
24,0
|
Mg
|
|
7.
|
Besi
|
0,5
|
Mg
|
|
8.
|
Vitamin A
|
470
|
SI
|
|
9.
|
Vitamin C
|
18,0
|
Mg
|
|
10.
|
Vitamin B1
|
0,05
|
Mg
|
|
11.
|
Vitamin B2
|
0,03
|
Mg
|
|
12.
|
Niasin
|
0,20
|
Mg
|
|
13.
|
Kapsaikin
|
0,1-1,5
|
%
|
|
14.
|
Pectin
|
2,33
|
%
|
|
15.
|
Pentosan
|
8,57
|
%
|
|
16.
|
Pati
|
0,8-1,4
|
%
|
Sumber :
Emil Salim 2013
Dalam usaha
budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan, salah satu komponen penting dalam
keberhasilanya adalah mempersiapkan media tanam yang sesuai bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Komposisi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman
harus tersedia dalam jumlah dan komposisi yang mencukupi. Media tanam yang
alami terdiri atas campuran tanah dan bahan-bahan organik yang memiliki
kandungan hara yang tinggi. Selain itu ketersediaan air dalam media tanam
harus mencukupi atau tingkat kelembaban yang relatif lebih tinggi dari areal
tanam biasa. Tanaman buah dan sayur-sayuran sangat menyukai bahan organik
berupa pupuk kompos yang berasal dari sisa bahan-bahan organik, kotoran ayam,
kotoran kambing maupun kotoran sapi yang telah matang. Tanah yang dipergunakan
untuk media tanam adalah tanah yang diambil pada kedalaman 5 cm dibawah permukaan
(Nani Herawati dan Arie Sudarmayanti, 2014).
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang terdapat pada benih atau tanaman
itu sendiri. Faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat di luar benih atau
tanaman yaitu tanah dan iklim. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan yaitu media tanam. Media tanam yang baik adalah media yang mampu
menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah cukup bagi pertumbuhan tanaman. Hal
ini dapat ditemukan pada tanah dengan tata udara yang baik, mempunyai agregat
mantap, kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran yang cukup (Zaki Ismail Fahmi, 2013).
Media tanam sayuran pada polibag harus bisa mencukupi
kebutuhan makanan dari tanaman sayur yang ditanam pada polibag tersebut.
Mengingat akar tidak bisa mencari makanan di luar polibag. Pertumbuhan tanaman
sayur pada polibag sangat ditentukan oleh kualitas media tanam dan nutrisi yang
ada di dalamnya. Media tanam pada tanaman sayuran dalam polibag yang baik
adalah mengandung unsur-unsur organik dan bukan dari pupuk kimia. Selain
itu media tanam haruslah gembur dan mudah ditembus akar. Dengan uraian tersebut
maka penulis akan melakukan penelitian tentang komposisi media tanam yang
terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah
sebagai berikut :
1.
Apakah komposisi media tanam
(tanah, pasir dan pupuk kandang) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
2.
Pada komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk
kandang) yang mana, yang paling memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum
annum L.).
3.
Apakah ada korelasi yang nyata antara komponen
pertumbuhan dengan komponen hasil
terhadap tanaman cabai ?
1.3
Tujuan dan
Kegunaan Penelitian
Tujuan
penelitian ini sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pengaruh berbagai komposisi media
tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
cabai (Capsicum annum L.).
2.
Untuk mengetahui komposisi media tanam (tanah, pasir
dan pupuk kandang) yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
3.
Untuk mengetahui korelasi antara komponen pertumbuhan
dan komponen hasil terhadap tanaman cabai
Kegunaan
penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wawasan bagi penulis dan
masyarakat pada umumnya mengenai komposisi media tanam terhadap pertumbuhan
tanaman cabai (Capsicum annum L.).
1.4
Kerangka
Pemikiran
Cabai dapat
ditanam dengan mudah di mana saja, mulai dari di dataran rendah sampai dataran
tinggi, sebagai tanaman pekarangan di sekitar rumah, tannaman sambilan di
pinggiran kolam, pematang sawah, ataupun sebagai tanaman khusus, tanpa banyak memerlukan perawatan khusus (Tim Bina
Karya Tani, 2013).
Cabai salah
satu komoditas sayuran mempunyai prospek pemasaran yang cerah. Salah satu
petunjuk bahwa nilai ekonomi tanaman tinggi adalah telah menjadi mata dagangan
ekspor impor antar negara. Permintaan pasar (konsumen) terhadap produk cabai
dunia cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya
rata-rata konsumsi di berbagai negara (Tim Bina Karya Tani, 2013).
Hasil
penelitian Insan Wijaya (2013), menunjukan bahwa, perlakuan campuran (tanah,
pasir dan pupuk kandang) pada media tanam, berpengaruh nyata terhadap
peningkatan jumlah tunas, panjang tunas dan persen hidup.
Hasil
Penelitian Mediani Warasi (2014), menunjukan bahwa, komposisi media tanam
berpengaruh pada hasil dan kualitas tanaman cabai, yaitu pada parameter berat
buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, diameter buah, tebal daging buah,
dan warna buah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media
tanam berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, jumlah buah/sampel dan bobot
buah/sampel, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, diameter
batang dan jumlah cabang/sampel (Silvianti Dina, 2012).
Pemupukan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan dalam usaha budidaya
tanaman. Pemupukan yang tepat akan menghasilkan panen yang optimal dan laba
yang maksimal. Sebaliknya jika pemupukan tidak tepat maka dapat mengakibatkan
gagal panen atau menurunya produktivitas yang mengakibatkan kerugian (Emil
Salim, 2013).
Untuk memperbaiki tekstur tanah yang terlalu liat atau terlalu porus, dapat
menambahkan pupuk kandang 20-25 ton/ha. Menurut Tim Bina Karya Tani (2013),
bila pupuk kandang tidak diberikan, pada tanah yang kurus (tidak subur) maka
tanaman akan kerdil, dan daunnya menguning (hijau kekuningan). Dapat juga
terjadi tanaman tidak tahan kekeringan dan akhirnya mati.
Tanah yang
berlempung pasir adalah media tanam yang baik karena tanah tersebut memiliki
karakteristik yang baik lempung berfungsi sebagai perekat media tanam,
sedangkan pasir bermanfaat untuk memberikan porositas yang baik bagi tanaman
(Nani Herawati dan Arie Sudarmayanti, 2014).
Di areal sempit dan terbatas, seperti di pekarangan sekitar rumah, budidaya
cabai dapat dilakukan dengan menggunakan polibag. Polibag sangat praktis untuk
budidaya tanaman cabai pada areal terbatas. Budidaya tanaman cabai dengan
polibag dapat menghasilkan panen yang cukup memuaskan jika dilakukan dengan teknik
budidaya yang baik. Semua jenis tanaman cabai dapat dibudidayakan dengan
menggunakan polibag (Emil Salim, 2013).
Jenis
tanah yang baik untuk bertanam cabai adalah tanah yang mengandung pasir,
keadaan tanah subur, gembur, bahan mengandung banyak organik (humus), sirkulasi
udara dan tata air dalam tanah baik (Tim Binakarya Tani, 2013).
Media tanam
yang baik terhadap pertumbuhan tanaman cabai jika tanah yang digunakan adalah
tanah liat biasa seperti latosol perbandingan tanah, pasir dan pupuk kandang
adalah 2:1:1 (Neti Suriana, 2013).
1.5
Hipotesis
Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
1.
Komposisi media tanam (tanah, pasir dan pupuk kandang)
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
2.
Pada komposisi media tanam 2:1:1 antara tanah : pasir
: pupuk kandang dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman cabai (Capsicum annum L.).
3.
Terdapat korelasi antara komponen pertumbuhan dan
komponen hasil tanaman cabai (Capsicum
annum L.)
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Botani
Tanaman Cabai
Klasifikasi tanaman cabai adalah
sebagai berikut (Suriana, 2012) :
|
Kingdom
|
:
Plantae (Tumbuhan)
|
|
Divisi
|
:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
|
|
Kelas
|
:
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
|
|
Subkelas
|
:
Asteridae
|
|
Ordo
|
:
Solanales
|
|
Famili
|
:
Solanaceae (suku terung-terungan)
|
|
Genus
|
:
Capsicum
|
|
Spesies
|
:
Capsicum annum L.
|
2.2
Morfologi
Tanaman Cabai
Tanaman
cabai merupakan tanaman perdu yang memiliki kayu, bercabang dan tumbuh tegak.
Tanaman ini memiliki akar tunggang dan akar serabut, memiliki daun berwarna
hijau muda atau hijau tua tergantung jenisnya. Tanaman cabai mampu mencapai
tingi 120 cm. Tanaman cabai memiliki bunga lengkap yang terdiri dari kelopak
bunga, mahkota bunga, benangsari, dan putik. Bunga cabai merupakan bunga
berkelamin ganda karena benangsari dan putik terdapat dalam satu tangkai bunga.
Bunga cabai keluar dari ketiak daun (Emil Salim, 2013).
1.
Akar
Akar tumbuhan merupakan struktur
tumbuhan yang terdapat di dalam tanah. Akar sebagai tempat masuknya mineral (zat-zat
hara) dari tanah menuju ke seluruh bagian tumbuhan. Sebagai tumbuhan dikotil
maka tanaman cabai memiliki akar tunggang yang menembus ke tanah dan akar
serabut yang tumbuh menyebar ke arah samping (Bina Karya Tani, 2013).
Tanaman cabai tidak memliki akar
tunggang sejati. Akar tunggang pada tanaman cabai adalah beberapa akar utama
yang tumbuh ke arah bawah dan ukurannya lebih
besar dari akar-akar yang lain, sehingga akar ini disebut dengan akar tunggang
semu. Selebihnya, akar cabai didominasi oleh akar-akar serabut (Neti Suriana,
2013).
Secara morfologi (struktur luar) akar
tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan
secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis, korteks,
endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik tumbuh akar. Ujung
akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya berdinding tipis dan aktif
membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh
tudung akar (kaliptra). Tudung akar berfungsi untuk melindungi akar
terhadap kerusakan mekanis pada waktu menembus tanah. Untuk memudahkan akar
menembus tanah bagian luar tudung akar mengandung lendir (Bina Karya Tani,
2013).
Menurut Warisno dan Dahana (2010) dalam Neti Suriana (2013), akar cabai
menyerupai akar tanaman kacang-kacangan. Akar tanaman cabai memiliki
bintil-bintil akar yang merupakan hasil simbiosis mutualisme dengan beberapa
mikroorganisme tanah.
2.
Batang
Batang tanaman cabai tidak berkayu,
warna batang yang masih muda umumnya adalah hijau, hijau tua atau hijau muda.
Batang ditumbuhi bulu halus berwarna putih. Pada batang yang mulai menua,
seperti pangkal batang, warna batang berubah menjadi agak cokelat seperti kayu.
Bagian ini disebut kayu semu yang merupakan hasil pengerasan dari jaringan
parenkim (Neti Suriana, 2013).
Bagian
luar batang tumbuhan berbentuk persegi empat hingga bulat, dengan posisi
cenderung tegak, dan bercabang banyak. Batang tanaman pada saat muda berwarna
kehijauan sampai keunguan, dengan ruas berwarna hijau atau ungu bergantung pada
varietasnya, dan mudah patah (Tim Bina Karya Tani, 2013).
3.
Daun
Secara morfologi, pada umumnya daun
memiliki bagian-bagian helaian daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus). Pada
tangkai daun terdapat bagian yang menempel pada batang yang disebut tangkai
daun (Bina Karya Tani, 2013).
Daun tanaman cabai bentuknya
bervariasi, tergantung pada jenis dan varietasnya. Umunnya, berbentuk bulat
telur, agak lonjong, bahkan lanset. Warna permukaan daun umumnya hijau, hijau
tua hingga kebiruan untuk bagian atas. Sementara permukaan daun bagian bawah
umumnya berwarna hijau muda atau hijau pucat (Neti Suriana, 2013).
Secara
anatomi daun serupa dengan anatomi batang. Jika mengamati daun dibawah
mikroskop, akan tampak bagian-bagian dari atas ke bawah yaitu epidermis,
jaringan tiang (jaringan palisade), jaringan bunga karang (jaringan spons), dan
berkas pembuluh angkut daun. Daun merupakan organ tumbuhan yang berfungsi
sebagai tempat fotosintesis, transpirasi, dan sebagai alat pernapasan (Bina Karya
Tani, 2013).
4.
Bunga
Tanaman cabai masuk dalam subkelas asteridae (berbunga bintang), hal ini
menunjukan bahwa cabai memiliki bunga berbentuk bintang. Bunga umumnya tumbuh
di sela-sela ketiak daun dan terkadang juga tumbuh di siku percabangan ranting.
Bunga cabai memiliki mahkota bunga beragam. Ada yang putih, putih kehijauan
atau ungu. Secara keseluruhan, diameter bunga cabai berkisar antara 5-20 mm.
Bagian-bagian
bunga cabai terdiri atas mahkota, kelopak, benang sari, dan kepala putik.
Sehingga, bunga tanaman cabai digolongkan juga sebagai bunga sempurna, di mana
alat kelamin jantan (benang sari) dan alat kelamin betina (putik) berada dalam
satu bunga (Neti Suriana, 2013). Setiap bunga mempunyai 5 daun buah dan 5-6
daun mahkota yang berwarna putih dan ungu tergantung pada varietasnya. Serbuk
sari terdapat dalam kantung sari, dan letaknya seakan-akan menjadi satu
sehingga membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik (Bina Karya
Tani, 2013).
5.
Buah
dan Biji
Buah adalah bagian dari tanaman cabai yang
dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi. Bentuk buah cabai sangat bervariasi
mulai dari bulat panjang, menggembung, tipis, dan agak keriting, tergantung
varietasnya. Warna buah yang masih muda umumnya hijau atau hijau tua dan
berubah menjadi kekuning-kuningan hingga merah, merah tua, bahkan merah gelap
mendekati ungu. Bagian-bagian buah cabai terdiri atas daging buah, biji, dan
empulur (Neti Suriana, 2013).
Bentuk biji cabai adalah kecil, bulat pipih seperti
ginjal, dengan warnanya kuning kecoklatan. Berat 1.000 buah biji cabai berkisar
antara 3-6 gram. Proses penuaan buah berlangsung antara 50-60 hari sejak bunga
mekar. Sedangkan tanaman cabai mulai berbunga pada umur 60-75 hari setelah
disemaikan (Emil Salim, 2013).
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai dapat tumbuh subur di
berbagai ketinggian tempat, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi,
tergantung pada varietasnya. Sebagian besar sentra produsen cabai berada di dataran
tinggi dengan ketinggian antara 1.000-1.250 mdpl. Tanaman cabai tidak tahan
hujan dan sinar matahari yang terik. Suhu yang baik adalah antara 210C-280C.
Suhu udara yang terlalu tinggi menyebabkan buahnya sedikit.
1.
Iklim
Tanaman cabai pada umumnya tumbuh baik pada musim
kemarau, tetapi dengan pengairan yang baik. Tanaman cabai merupakan tanaman
yang tidak begitu tahan terhadap banyak hujan, terutama pada waktu berbuah. Air
dapat terpenuhi bila daerah pertanamannya memiliki curah hujan yang cukup pada
kisaran antara 750-1.250 mm/tahun atau merata sepanjang tahun (Tim Bina Karya
Tani, 2013).
Angin sepoi-sepoi cocok untuk menanam
cabai. Curah hujan tinggi berpengaruh terhadap kelebihan air. Intensitas sinar
matahari sangat dibutuhkan tanaman cabai, berkisar antara 10-12 jam per hari.
Sedangkan suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai 24OC-28OC.
2.
Tanah
Tanaman cabai umumnya tumbuh baik pada
tanah yang memiliki banyak bahan organik, bertekstur remah, gembur, tidak
terlalu liat, tidak terlalu porus dan tidak becek, bebas hama cacing (nematoda) dan penyakit tular tanah. Tanah
yang memiliki tekstur liat kurang baik karena memiliki drainase yang kurang
baik sehingga pernafasan akar tanaman menjadi terganggu dan penyerapan unsur
hara kurang baik. Sebaliknya, tanah yang terlalu porus/banyak pasir juga kurang
baik karena unsur hara mudah terbawa air. Tanah yang becek seringkali
menyebabkan gugur daun dan mudah terserang penyakit layu. Untuk memperbaiki
tekstur tanah yang terlalu liat atau terlalu porus, dapat menambahkan pupuk
kandang.
3.
Derajat
Keasaman (pH)
Tanaman cabai dapat tumbuh dengan baik
pada kisaran pH 5,5-6,8 dan pH optimum 6,0-6,5. Tanaman cabai yang ditanam pada
tanah kondisi asam (pH
5,5) dapat mengalami keracunan unsur Alumunium
(Al), Besi (Fe), dan Mangan (Mn). Tanah yang memiliki keasaman tinggi,
ketersediaan unsur-unsur Fosfor, Kalium, Belerang, Kalsium, Magnesium, dan
Molibdinum menurun dengan cepat. Pada tanah dengan derajat keasaman pH
5,5, cendawan yang hidup pada kondisi tersebut
akan bersaing dengan bakteri, karena berkembang dengan baik pada kondisi pH
tinggi. Tanah dengan derajat keasaman yang tinggi (pH
5,5) dapat diperbaiki dengan pengapuran
sehingga pH-nya naik mendekati pH optimum. Sedangkan pada kondisi tanah dengan
pH tinggi/basa maka dapat dilakukan dengan penambahan belerang (S).
4.
Air
Pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh
jumlah air yang tersedia dalam tanah, karena air mempunyai peranan penting
dalam proses kehidupan tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktivitas
fisiologi maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan.
Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan berbagai perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan
pada akhirnya tanaman mati (Hasan Basri Jumin, 2012).
2.4
Media
Tanam
1.
Tanah
Tanah yang
baik untuk media tanam sebaiknya diambil dari lapisan bagian (top soil).
Secara umum terdapat dua tipe tanah yaitu yang harus diperhatikan yakni tanah
pasir dan tanah lempung. Tanah yang berpasir memiliki kemampuan drainase yang
baik, cepat mengalirkan air namun kelemahannya tanah tersebut buruk dalam
menyimpan air sebagai cadangan. Sedangkan tanah lempung lebih sulit ditembus
oleh air sehingga akan membuat air tergenang dalam media tanam. Tanah yang baik
untuk media tanaman tidak terlalu berpasir dan tidak terlalu lempung, melainkan
harus gembur.
2.
Pasir
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif
untuk menggantikan fungsi tanah. keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan
dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media
tanam. Penggunaan pasir sebagai media tanam sering dikombinasikan dengan
campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik
yang disesuaikan dengan jenis tanaman.
3.
Pupuk
Kandang Kambing
Pupuk
organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang.
Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan
kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam.
Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain
itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu
merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih
mudah untuk diserap oleh tanaman.
Pupuk
kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan
steril. Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk
kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau
cendawan yang dapat merusak tanaman.
Pupuk
kandang terdiri dari pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk
kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas.
Sebaliknya, pupuk dingin memiliki proses penguraian yang berlangsung lambat.
C/N yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak
menimbulkan panas. Kualitas pupuk kandang ditentukan oleh C/N rasio (Emil
Salim, 2013).
III.
METODE PENELITIAN
3.1
Tempat
dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di areal kebun
percobaan PT. Geger Halang Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan.
Lokasi tersebut berada pada ketinggian 325 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Waktu percobaan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Adapun
hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 3, dan data curah hujan 10
tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2
Bahan
dan Alat Penelitian
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah : benih cabai (Capsicum annum), pupuk NPK, pupuk daun (gandasil D dan gandasil B),
tanah, pasir dan pupuk kandang kambing, dan bahan-bahan lain yang mendukung
pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan alat – alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : polibag dengan ukuran diameter 40 cm, ember, cangkul,
serok tangan, pisau, handsprayer,
ajir (sebagai penyangga tumbuh tanaman), gunting, jangka sorong, timbangan,
meteran dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
3.3
Rancangan
Percobaan
Metode
penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Penelitian terdiri dari 10 kombinasi perlakuan komposisi media tanam
(tanah, pasir dan pupuk kandang) pada tanaman cabai (Capsicum annum L.).
Dengan
demikian susunan perlakuannya adalah :
A = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:0:0)
B = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:1:0)
C = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:0:1)
D = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:1:1)
E = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (2:1:1)
F = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:2:1)
G = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:1:2)
H = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (2:2:1)
I = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (2:1:2)
J = Tanah : Pasir :
Pupuk kandang (1:2:2)
Masing
– masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali, maka jumlah satuan
perlakuan adalah 30 satuan perlakuan. Dalam satu perlakuan ditanam 1 buah benih
cabai, sehingga jumlah benih yang ditanam dalam penelitian ini sebanyak 30
benih cabai.
3.4
Pelaksanaan
Percobaan
1.
Persemaian
Sebelum
ditanam di polibag, biji cabai disemaikan terlebih dahulu di dalam tray yang
sebelumnya telah di isi dengan campuran tanah (top soil) dan pupuk kandang
dengan komposisi 1:1. Sebelum disemai benih direndam dalam air hangat kurang
lebih selama 30 menit. Benih yang mengapung setelah direndam harus dibuang
karena benih tersebut pertumbuhannya tidak akan maksimal. Tempat persemaian
diberikan atap pelindung supaya terhindar dari sinar matahari langsung dan
curah hujan. Perawatan persemaian terdiri dari penyiraman, pengaturan cahaya,
dan pemberantasan hama/penyakit. Penyiraman dilakukan 1-2 kali/hari atau
tergantung cuaca, dan semprot dengan pupuk daun pada dosis rendah 0,5 gr/lliter
air saat tanaman berumur 10-15 hari, serta penyemprotan pestisida pada
konsentrasi setengah dari yang dianjurkan untuk mengendalikan serangan hama dan
penyakit. Setelah bibit cabai tumbuh akar dan daun kurang lebih 3-4 helai atau
kurang lebih berumur 3 minggu, bibit tersebut dapat dipindahkan ke polibag.
2.
Persiapan
Media
Polibag yang
digunakan untuk perlakuan berukuran 40 cm dan diisi media tanam dengan
perbandingan tanah, pasir dan pupuk kandang. Media tanam dipindahkan ke lahan
yang telah disiapkan kemudian disusun sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang
telah ditetapkan. Jarak antar perlakuan (polibag) yaitu 30 cm x 30 cm.
3.
Pemberian
Label
Pemberian label pada polibag dilakukan setelah selesai
pembuatan media tanam. Label terbuat dari kertas cover dan dibungkus plastik
untuk menghindari kerusakan akibat air hujan maupun penyiraman. Pemberian label
bertujuan untuk membedakan perlakuan yang akan diberikan pada masing-masing
tanaman cabai merah.
4.
Penanaman
Setelah berumur 3 minggu dan sudah memiliki 4 helai
daun, bibit tanaman cabai merah dipindahkan secara hati-hati ke dalam polibag
besar ukuran 40 cm yang sebelumnya telah diisi dengan media tanam sesuai
perlakuan. Bibit tanaman cabai merah yang akan dipindahkan sebelumnya telah
diseleksi guna penyeragaman di dalam penanaman. Pemindahan bibit tanaman cabai
merah dari tray benih ke polibag besar dilakukan secara perlahan-lahan dan
hati-hati agar akar bibit tidak rusak. Kemudian bibit cabai siap ditanam ke
dalam polibag besar. Pada setiap polibag terdapat satu tanaman cabai dan untuk
perawatan selanjutnya dilakukan penyiraman.
5.
Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan atau saat tanaman cabai
masih menyesuaikan diri terhadap lingkungan, maka penyiraman dilakukan secara
rutin setiap hari, terutama di musim kemarau. Setelah tanaman tumbuh kuat dan perakaranya
penyiraman dilakukan 2 kali seminggu atau sesuai dengan kondisi kelembaban
tanah. Penyiraman tanaman dilakukan pada pagi hari sebelum jam 09.00 pagi,
karena pada siang harinya tanaman banyak membutuhkan air untuk proses
fotosintesis. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprayer.
b.
Pemupukan
Pemupukan pada tanaman cabai yang ditanam dalam
polibag sangat penting karena media tanam dan unsur hara yang sangat terbatas.
Ada dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk sintetis (NPK) dan pupuk daun
(gandasil D dan Gandasil B).
1.
Pupuk NPK
Pemupukan
dilakukan pada umur 30 HST dengan pupuk NPK sebanyak 5 g/tanaman, 60 HST dengan NPK sebanyak 5 g/tanaman dan 90 HST
dengan NPK sebanyak 10 g/tanaman.
2.
Pupuk Daun
(Gandasil D dan Gandasil B)
Pemberian dosis
pupuk daun pada tanaman umur 1 - 2 bulan adalah 1 gram pupuk dilarutkan
dalam 1 liter air, dan disemprotkan masing-masing tanaman 200-300 ml (1 liter
= 1000 ml). Untuk tanaman berumur 3 - 4 bulan, dosis pupuk ditingkatkan
menjadi 1,5 gram (cara pemberian sama). Sedangkan untuk tanaman berumur diatas
4 bulan, dosis pupuk dijadikan 2 gram. Pemberian pupuk daun Gandasil D ketika
tanaman berada diawal pertumbuhan dan disemprotkan setiap 8-10 hari sekali,
tergantung pada keadaan setempat. Makna D dari Gandasil D adalah daun, dengan
pemberian pupuk ini maka pertumbuhan yang diutamakan adalah daun, terlihat dari
kandungan Nitrogen (N) yang lebih dominan dibandingkan unsur dan senyawa
lainnya. Sedangkan pupuk daun Gandasil B saat tanaman berbunga atau berbuah dan
disemprotkan setiap 8-10 hari sekali, tergantung dari keadaan setempat. Gandasil
B baik untuk digunakan pada fase generatif, makna B dari Gandasil B adalah
buah. Kandungan Fosfat (P2O5) sebanyak 20% diperuntukkan
untuk menunjang pembentukan tunas bunga, kandungan Kalium (K2O) yang
2 kali lipat lebih tinggi dari pada Gandasil D berguna untuk membentuk
karbohidrat pada buah dan Magnesium (MgSO4) untuk tambahan energi
membentuk bunga dan buah 3 kali lipat lebih tinggi dari pada yang terkandung di
Gandasil D. Kandungan Nitrogen (N) Gandasil B hanya 6%, karena fungsi utamanya
bukan untuk membentuk daun.
Berikut ini
adalah beberapa jenis pupuk mikro dan kandungannya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Pupuk Daun dan Kandungan
|
Jenis Pupuk
|
Kandungan
|
Konsentrasi Pengunaan
|
|
Gandasil
B
|
N
6%, P 20%, K 30%, Mg 3%, dan Mn, B, Cu, Co, Zn, dalam jumlah cukup untuk
tanaman
|
1
g/liter air
|
|
Gandasil
D
|
N
20%, P 15%, K 15%, Mg 1%, dan Fe, Mn, B, Cu, Co, Zn, Mo dalam jumlah cukup
untuk tanaman
|
2g/liter
air
|
3.
Pemberian
Ajir
Pengajiran
Ajir (lanjaran) ditancapkan dalam polibag di samping tanaman pada jarak 10 cm
dari pangkal batang. Hal ini untuk membantu menopang tanaman. Pemasangan ajir (tongkat bambu)
dilakukan pada hari ke-7 Sejak bibit dipindahkan.
4.
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan mencabut rumput/gulma di sekitar
tanaman cabai.
5.
Perempelan
(pembuangan)
Perempelan dilakukan
terhadap tunas samping yang muncul sebelum pembungaan (masa generatif) agar
tanaman tumbuh besar terlebih dahulu (masa vegetatif). Perempelan dilakukan
pada daun-daun tua, bunga pertama dan seluruh tunas yang keluar dari ketiak
daun di bawah percabangan pertama.
6.
Pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian organisme pengganggu tanaman ada dua cara
yaitu cara preventif dan cara kuratif. Cara preventif adalah pengendalian atau
tindakan sebelum tanaman mendapat serangan hama dan penyakit. Sedangkan cara
kuratif adalah pengendalian atau tindakan setelah tanaman mengalami gangguan
serangan hama dan penyakit.
c.
Panen
Pada waktu pemanenan penting sekali diperhatikan umur
panen dan cara panennya. Pada umur 60 hari setelah tanam, cabai dalam polibag
sudah masuk fase generatif yaitu mulai berbunga dan pematangan buah sampai umur
70 hari setelah tanam. Ciri-ciri buah cabai yang sudah siap dipanen yaitu warna
kulit buah mulai terlihat berubah. Warna kulit buah tampak berubah dari hijau
menjadi merah, merah menyala atau merah tua dan ukuran buah terlihat mulai
optimal. Buah terlihat menggembung, berisi, dan tampak lebih besar. Panen
pertama dilakukan pada umur 79 hari kemudian panen berikutnya setiap 4 hari
sekali dan selama percobaan dilakukan pemanenan sebanyak enam kali.
3.5
Pengamatan
3.5.1
Pengamatan
Penunjang
Pengamatan
penunjang adalah pengamatan yang datanya dijadikan sebagai penunjang data
pengamatan utama dalam menjawab hipotesis, meliputi analisis tanah sebelum
percobaan, curah hujan, serangan hama dan penyakit, gangguan gulma dan daya
tumbuh.
3.5.2
Pengamatan
Utama
Pengamatan
utama adalah pengamatan yang datanya diuji secara statistik, yang dilakukan
terhadap komponen pertumbuha dan keberhasilan pertumbuhan benih cabai.
Pengamatan utama dilakukan terhadap variabel – variabel sebagai berikut : Tinggi
tanaman (cm), jumlah daun (helai), bobot buah segar per tanaman (gram), jumlah
buah per tanaman (kg) dan diameter buah.
Variabel
yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Tinggi
tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur
dari permukaan tanah sampai daun tertinggi yaitu yang tegak alami. Pengukuran
dilakukan mulai saat tanaman berumur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST).
2. Jumlah
daun (helai)
Penghitungan
jumlah daun dilakukan ada daun yang sudah berkembang sempurna. Penghitungan
dilakukan pada tanaman mulai berumur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST).
3. Bobot
buah segar per tanaman
Bobot
buah segar per tanaman adalah bobot buah segar dari seluruh panen pada setiap
tanaman. Penimbangan dilakukan setelah panen.
4. Jumlah
buah pertanaman
Jumlah
buah pertanaman adalah jumlah buah dari seluruh panen pada setiap tanaman.
Penimbangan dilakukan setelah panen.
5. Diameter
buah
Diameter buah merupakan rata-rata diameter buah
cabai pada setiap polibag percobaan. Pengukuran dilakukan setelah buah di
panen.
3.6
Analisi
Data Hasil Percobaan
Model
linier Rancangan Acak Lengkap sederhana menurut Wijaya (2010) adalah sebagai
berikut :
Yij =
ij
Dimana :
Yij = Nilai
pengamatan pada perlakuan ke-i dan pengamatan ke-j
ti = pengaruh perlakuan
ke-i
Berdasarkan model
linear dapat disusun daftar sidik ragam disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sidik Ragam
|
Sumber Keragaman
|
Db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F 0,05
|
|
Perlakuan(P)
|
9
|
|
JK(p)/DB(p)
|
KT(p)/KT(g)
|
2,393
|
|
Galat
|
20
|
JK(t)
– JK(p)
|
JK(g)/DB(g)
|
|
|
|
Total
|
29
|
∑yij...2
– Y...2/rt-FK
|
|
|
|
Keterangan :
Y...= Total umum
Yjk = angka pengamatan
perlakuan ke-j dan ulangan ke-k
Dari
hasil pengolahan data atau analisis sidik ragam, apabila terdapat perbedaan
yang nyata dari perlakuan atau nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada
taraf nyata 5 % maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji gugus
Scott-Knott. Adapun langkah – langkah Uji Gugus Scott-Knott adalah sebagai
berikut :
1.
Nilai rata – rata perlakuan disusun
urutannya dari nilai terkecil sampai terbesar.
2.
Kemudian ditentukan nilai pembanding λ
(lamda) dengan menggunakan rumus :
λ =

So2 = 
Dimana :
|
|
= 22/7 = 3,14285
|
|
|
= Jumlah kuadrat antar semua pasangan
gugus nilai (dipilih yang paling besar)
|
|
|
= Nilai rata – rata perlakuan ke-i
|
|
y...
|
= Nilai rata – rata umum
|
|
Sy2
|
= Se2/r = Ragam galat rata
–rata
|
|
Se2
|
= Ragam galat percobaan
|
|
R
|
= Banyaknya ulangan
|
|
A
|
= Derajat bebas galat percobaan
|
|
T
|
= Banyaknya nilai rata –rata perlakuan
yang diperbandingkan
|
Sebaran
(lamda) disekati oleh sebaran Chi-kuadrat (x2),
maka gugus rata – rata perlakuan yang diuji sudah seragam. Jika
(lamda) lebih besar dari Chi-kuadrat (x2),
maka gugus rata – rata yang diuji tidak seragam. Pengujian dilanjutkan pada tiap
– tiap pecahan gugus. Pengujian dihentikan jika ternyata antara gugus nilai
rata – rata perlakuan sudah seragam.
3.7
Analisis Korelasi Antara Komponen Pertumbuhan dan
Hasil
Analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan
hasil cabai (Capsicum
annum) :
a.
Tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman.
b.
Jumlah daun dengan bobot buah segar per tanaman.
Untuk mengetahui
korelasi antara komponen pertumbuhan dan hasil cabai, maka koefisien korelasi yang digunakan yaitu
dengan koefisien korelasi Product Moment yang dikemukakan Wijaya (2000) sebagai
berikut :
|
r =
|
n∑XY – (∑X) (∑Y)
|
|
√[n∑X2
– (∑X)2 [n∑Y2 – (∑Y)2]
|
Selanjutnya untuk
menguji keberartian koefisien korelasi terdapat 2 macam statistik yang
digunakan yaitu :
Ho : p = 0
Hi : p ≠ 0
|
t =
|
r√ n – 2
|
|
√ 1 – r2
|
Kaidah pengujian :
terima Ho : jika – tα/2(n-2) < t < tα/2(n-2)
Tabel 5. Kategori r
|
Batas nilai r
|
Kategori
|
|
0
0,01 – 0,19
0,20 – 0,39
0,40 – 0,59
0,60 – 0,79
0,80 – 1,00
|
Tidak berkorelasi
Korelasi sangat
rendah
Korelasi rendah
Korelasi sedang
Korelasi tinggi
Korelasi sangat
tinggi
|
Sumber : http//
www. risetsatu. com
Keterangan : batas nilai positif atau negatif (+
atau -) mempunyai kategori yang sama.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Penunjang
4.1.1 Analisis Tanah
Menurut hasil analisis tanah yang
diperoleh dari Pusat Penelitian Agroteknologi (Puslitagro) PG Rajawali II
Jatitujuh, menunjukan bahwa pH tanah adalah 5,76 (agak masam), C-organik 1,61%,
kandungan N-total 0,09 (sangat tinggi), C/N 17,85, kandungan P2O5
62,24 mg/100 g (sedang), Kandungan K2O 52,42 (tinggi),
kandungan S 40,62 (rendah), KTK
(Kapasitas Tukar Kation) 9,82 me/100 g (rendah), dan bertekstur 3 fraksi, pasir
71,07%, debu 24,80%, liat 4,13% (Lampiran 3). Berdasarkan dari hasil analisis
tanah tersebut, menunjukan bahwa tanah tersebut sesuai untuk pertumbuhan
tanaman cabai merah.
4.1.2 Analisis Pupuk Kandang
Berdasarkan hasil analisis yang
diperoleh dari Pusat Penelitian Agroteknologi (Puslitagro) PG Rajawali II
Jatitujuh, untuk komposisi pupuk kandang kambing terdapat beberapa kandungan
seperti kadar air 21,56%, kandungan pH-H2O 8,39, kandungan C-organik
16,74%, kandungan N-total 1,94, kandungan C/N 8,63, kandungan P2O5
1,74%, kandungan K2O 3,90%, dan kandungan S 0,70%.
4.1.3 Curah Hujan
Selama percobaan dilakukan pada
bulan Juli sampai dengan Oktober 2015. Berdasarkan data curah hujan selama 10
tahun terakhir (2005-2014), pengamatan penunjang terhadap curah hujan yang
diperoleh dari UPTD Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Kuningan
dengan nilai Q yaitu 58%, dapat diketahui bahwa tempat percobaan tersebut
memiliki tipe curah hujan menurut Schmidt-Ferguson (1951) termasuk hujan tipe C
(33,3% ≤ Q ≤ 60,3%) yang bersifat agak basah. Data curah hujan bulanan selama
10 tahun terakhir dapat dilihat pada (Lampiran 4).
4.1.4 Hama dan Penyakit
Aphid
(Thrips sp.), serangan hama aphid
terjadi pada umur 30 HST menyerang bagian daun tanaman untuk menghisap cairan
dalam sel. Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis atau manual dengan cara
bersihkan daun-daun yang terkena aphid.
Belalang,
serangan hama ini terjadi pada umur 65 HST menyerang bagian daun tanaman dan
pada serangan yang serius, bisa menyebabkan daun hanya tinggal tulang daunnya
saja. Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara menangkapnya.
Penyakit bercak daun, serangan penyakit
ini terjadi pada umur 75 HST menyerang pada daun terdapat bercak-bercak bulat.
Untuk pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara membuang daun yang
terkena penyakit supaya tidak menyebar pada daun atau tanaman lainnya.
4.1.5 Gulma
Gulma yang tumbuh pada tempat
percobaan diantaranya yang paling banyak adalah teki (Cyperus rotundus). Untuk mengurangi persaingan dengan tanaman
pokok, maka dilakukan penyiangan mulai umur 36 HST dan penyiangan selanjutnya
dilakukan setiap dua minggu sekali.
4.1.6 Daya Tumbuh
Benih cabai yang digunakan dalam
percobaan ini adalah benih cabai kultivar Fanatic. Bibit cabai mulai tumbuh
pada umur 7 HST. Dari total bibit yang ditanam 90 bibit hanya 3 yang tidak
tumbuh, sehingga persentase daya tumbuh bibit
cabai masuk ke dalam kategori baik yaitu 97%.
Pada umur 60 hari setelah tanam,
cabai dalam polibag sudah masuk fase generatif yaitu mulai berbunga dan
pematangan buah sampai umur 70 hari setelah tanam (HST). Ciri-ciri buah cabai
yang sudah siap dipanen yaitu warna kulit buah mulai terlihat berubah. Warna
kulit buah tampak berubah dari hijau menjadi merah, merah menyala atau merah
tua dan ukuran buah terlihat mulai optimal. Buah terlihat menggembung, berisi,
dan tampak lebih besar. Panen pertama dilakukan pada umur 79 hari kemudian
panen berikutnya setiap 4 hari sekali / sesuai dengan kondisi buah. Pemungutan
hasil dilakukan dengan cara memotong bagian tangkai buah dengan menggunakan
gunting. Selama percobaan dilakukan pemanenan enam kali.
4.2
Pengamatan Utama
Pengamatan utama yang diamati
meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, diameter buah,
dan bobot buah per tanaman.
4.2.1 Tinggi Tanaman
Hasil
analisis tinggi tanaman menunjukan bahwa perlakuan komposisi media tanam pada
umur 28, 42, dan 56 HST berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 7, 9, dan 11.
Tabel
6. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Umur
28, 42, dan 56 HST.
|
Perlakuan
|
Rata-rata Tinggi Tanaman (cm)
|
||
|
28HST
|
42HST
|
56HST
|
|
|
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
|
5,67 a
|
15,33 a
|
22,67 a
|
|
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
|
5,33 a
|
12,33 a
|
19,33 a
|
|
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
|
6,67 b
|
30,67 b
|
43,67 c
|
|
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
7,00 b
|
34,67 c
|
46,00 c
|
|
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
7,00 b
|
26,33 b
|
35,00 b
|
|
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
7,00 b
|
35,33 c
|
48,67 c
|
|
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk
kandang 2)
|
6,00 a
|
32,67 c
|
45,00 c
|
|
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
7,00 b
|
31,33 b
|
46,67 c
|
|
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk
Kandang 2)
|
7,00 b
|
34,33 c
|
37,67 b
|
|
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
|
7,00 b
|
37,33 c
|
52,00 c
|
Keterangan
: Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa
perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan nilai
rata-rata tinggi tanaman yang tinggi adalah perlakuan C, D, E, F, H, I dan J.
Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan
nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A, B dan G.
Perlakuan komposisi media tanam
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pada umur 28 HST.
Menurut Sri Setyati Harjadi (1991), pertumbuhan vegetatif terjadi akibat adanya
pembelahan sel dan perpanjangan sel di dalam jaringan meristematik pada titik
tumbuh batang, ujung-ujung akar, dan pada kambium. Perlakuan komposisi media
tanam akan semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Kandungan unsur
hara N, P, dan K yang ada dalam bahan organik merupakan unsur hara yang penting
bagi tanaman terutama nitrogen. Menurut Kononova (1961), nitrogen dapat memacu
pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan warna hijau pada daun.
Perlakuan komposisi media tanam pada
umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang tinggi adalah
perlakuan D, F, G, I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur
42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah
perlakuan A, dan B.
Respon
tanaman yang nyata diduga karena peranan unsur hara makro dan mikro serta
senyawa pengatur tumbuh alami yang terkandung di dalam bahan organik. Nutrisi
yang dikandung di dalam bahan organik tersebut berhubungan erat dengan fungsi
masing-masing dalam proses metabolisme tanaman. Hal ini didukung oleh
Dwidjoseputro (1985) yang menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh subur apabila
semua elemen unsur hara yang dibutuhkan cukup tersedia.
Perlakuan
komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi
tanaman yang tinggi adalah perlakuan C, D, F, G, H dan J. Sedangkan perlakuan
komposisi media tanam pada umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi
tanaman yang rendah adalah perlakuan A, dan B.
Menurut Rinsema (1983), peningkatan
tinggi tanaman merupakan suatu pencerminan dari pertumbuhan tanaman yang
menyebabkan perpanjangan ruas-ruas tanaman akibat memanjang dan membesarnya
sel-sel, seiring dengan bertambahnya umur tanaman, untuk pertumbuhan suatu
tanaman ditentukan oleh tersedianya unsur hara dalam tanah. Adrizal dan Jalid
(1995) bahwa dengan peningkatan kandungan bahan organik dalam tanah akan
meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P dan K sehingga memacu pertumbuhan
tanaman.
4.2.2 Jumlah Daun (helai)
Hasil
analisis ragam menunjukan perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh
nyata terhadap jumlah daun tanaman cabai pada berbagai umur (28, 42 dan 56 HST)
dapat dilihat pada Lampiran 13, 15, dan 17.
Tabel
7. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Jumlah Daun (helai) Umur
28, 42, dan 56 HST.
|
Perlakuan
|
Rata-rata Jumlah Daun Per Tanaman (helai)
|
||
|
28HST
|
42HST
|
56HST
|
|
|
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
|
6,00 a
|
15,33 a
|
17,33 a
|
|
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
|
6,00 a
|
11,33 a
|
21,33 a
|
|
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
|
6,00 b
|
31,67 b
|
57,33 b
|
|
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
7,33 b
|
39,33 b
|
68,67 b
|
|
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
6,67 a
|
31,33 b
|
52,67 b
|
|
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
6,67 a
|
34,67 b
|
66,00 b
|
|
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk kandang 2)
|
8,00 b
|
38,67 b
|
56,67 b
|
|
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
8,00 b
|
34,00 b
|
52,67 b
|
|
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
|
8,00 b
|
47,33 c
|
77,33 c
|
|
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
|
8,00 b
|
62,67 c
|
94,00 c
|
Keterangan : Angka rata-rata yang
diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji
Gugus Scott Knott.
Pada
Tabel 6 terlihat bahwa perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang
memberikan nilai rata-rata jumlah daun tanaman yang tinggi adalah perlakuan C,
D, G, H, I, dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 28 HST yang memberikan nilai rata-rata jumlah
daun tanaman cabai yang rendah adalah perlakuan A, B, E, dan F. Menurut Sri
Setyati Harjadi, (2002), adanya karbohidrat yang cukup akan mempercepat
terjadinya pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman, seperti halnya tinggi
tanaman dan jumlah daun. Menurut Franklin P. Gardner
dkk, (1991), Jumlah daun yang dihasilkan pada suatu pucuk atau srisip
ditentukan oleh plumula pembungaan. Pembentukan plumula daun pada ujung
memungkinkan pembentukan pemula bunga (Sharman, 1945; Bunting dan Drennan,
1966) dalam (Franklin
P. Gardner dkk, 1991) yang menetapkan jumlah daun.
Perlakuan
komposisi media tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi
tanaman tertinggi adalah perlakuan I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media
tanam pada umur 42 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang
rendah adalah perlakuan A dan B. Hal ini disebabkan pemberian bahan organik ke
dalam media dapat mensuplai unsur hara, terutama nitrogen dan meningkatkan
aktivitas mikrobia. Salah satu aktivitas penting dari mikro organisme adalah
melakukan proses mineralisasi bahan-bahan organik dan mengubah organik menjadi nitrogen anorganik dan pada akhirnya
akan memberi pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti
jumlah daun. Sesuai pendapat Saifuddin Sarief (1986), bahwa proses mineralisasi
bahan organik oleh mikrobia akan melepaskan unsur-unsur hara yang dibutuhkan
tanaman, terutama N dan P. Nitrogen merupakan komponen asam amino, protein dan
asam nukleat, penyusun protoplasma, sedangkan fosfat merupakan penyusun inti
sel yang penting dalam pembelahan sel, pembentuk fosfolida dan nukleoprotein.
Dengan demikian nitogen dan fosfat bagi tanaman dapat merangsang pertumbuhan
tanaman khususnya batang, cabang, dan daun.
Perlakuan komposisi media tanam pada
umur 56 HST yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi adalah
perlakuan I dan J. Sedangkan perlakuan komposisi media tanam pada umur 56 HST
yang memberikan nilai rata-rata tinggi tanaman yang rendah adalah perlakuan A
dan B. Hal ini disebabkan meningkatnya serapan unsur hara mako, khususnya
fosfat dan beberapa unsur hara lainnya. Peningkatan serapat fosfat akan
memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, mengingat salah satu
peran langsung dari fosfat yaitu pemindahan energi pada reaksi-reaksi
metabolisme di dalam sel. Menurut Sri Setyadi Harjadi (1991), menyatakan bahwa
jika suatu tanaman membentuk sel baru, pemanjangan sel dan penebalan jaringan
serta pembentukan kambium, hal ini merupakan pertumbuhan batang, daun, sistem
perakaran dan pembuluh kayu baik pada batang maupun akar.
4.2.3
Jumlah Buah Per Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan
perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah buah
per tanaman, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 23.
Tabel
8. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Jumlah Buah Per Tanaman
(buah).
|
Perlakuan
|
Rata-rata Jumlah Buah Per Tanaman (buah)
|
|
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
|
11,44 a
|
|
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
|
11,89 a
|
|
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
|
24,67 c
|
|
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
29,89 d
|
|
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
30,78 d
|
|
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
18,44 a
|
|
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
|
21,56 a
|
|
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
15,78 a
|
|
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
|
19,33 a
|
|
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 2)
|
21,33 a
|
Keterangan
: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom tidak berbeda nyata
berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Dari
Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan E memberikan rata-rata jumlah buah tanaman
cabai yang paling tinggi yaitu sebesar 30,78 buah. Bobot segar tanaman cabai
yang paling rendah dicapai pada perlakuan A yaitu sebesar 11,44 buah.
Asprano Mardjuki (1990) bahwa hasil tanaman
dipengaruhi oleh masa pertumbuhan vegetatif yang dialami tanaman, jika masa
pertumbuhan baik maka hasil yang di dapat akan maksimal. Selain itu jumlah
pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara,
kandungan unsur hara yang ada dalam tanah, serta kadar unsur hara yang terdapat
dalam pupuk.
4.2.4 Diameter Buah
Hasil analisis ragam menunjukkan
perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap diameter
buah dapat dilihat pada Lampiran 21.
Tabel
9. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Diameter Buah.
|
Perlakuan
|
Rata-rata Diameter Buah (cm)
|
|
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
|
0,69 a
|
|
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
|
0,57 a
|
|
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
|
1,09 b
|
|
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
1,09 b
|
|
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
1,04 b
|
|
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang1)
|
1,17 b
|
|
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
|
0,97 b
|
|
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
0,96 b
|
|
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk
Kandang 2)
|
1,07 b
|
|
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk
Kandang 2)
|
0,68 a
|
Keterangan
: Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata
berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Dari
Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan F memberikan rata-rata diameter buah tanaman
cabai yang paling tinggi yaitu sebesar 1,17 cm. Bobot segar tanaman cabai yang
paling rendah dicapai pada perlakuan B yaitu sebesar 0,57 cm.
Menurut Jajah Koswara, (1988), bahwa
ukuran buah tanaman ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif sebelum berbunga.
Dengan demikian agar produksi tinggi, perlu memperhatikan pertumbuhan
vegetatifnya.
4.2.5 Bobot Buah Segar Per Tanaman
(g)
Hasil analisis ragam menunjukan
perlakuan komposisi media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah
segar per tanaman, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 19.
Tabel
10. Pengaruh Komposisi Media Tanam Terhadap Rata-rata Bobot Buah Segar Per
Tanaman (g).
|
Perlakuan
|
Rata-rata Bobot Buah Per Tanaman (g)
|
|
A (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 0)
|
218,35 a
|
|
B (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 0)
|
146,58 a
|
|
C (Tanah 1 : Pasir 0 : Pupuk Kandang 1)
|
372,24 b
|
|
D (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk
Kandang 1)
|
442,11 c
|
|
E (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 1)
|
499,56 c
|
|
F (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
309,57 a
|
|
G (Tanah 1 : Pasir 1 : Pupuk Kandang 2)
|
344,33 b
|
|
H (Tanah 2 : Pasir 2 : Pupuk Kandang 1)
|
229,26 a
|
|
I (Tanah 2 : Pasir 1 : Pupuk
Kandang 2)
|
296,42 a
|
|
J (Tanah 1 : Pasir 2 : Pupuk
Kandang 2)
|
362,17 b
|
Keterangan
: Angka rata-rata yang diikuti huruf sama pada kolom tidak berbeda nyata
berdasarkan Uji Gugus Scott Knott.
Dari Tabel 10 terlihat bahwa
perlakuan E memberikan rata-rata bobot buah segar tanaman cabai yang paling
tinggi yaitu sebesar 499,56 g. Bobot segar tanaman cabai yang paling rendah
dicapai pada perlakuan B yaitu sebesar 146,58 g.
Menurut Sri Setyadi Harjadi (2002), penyerapan hara dan air
oleh tanaman akan meningkatkan pembentukan klorofil. Klorofil berperan dalam
proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat. Lebih lanjut karbohidrat
merupakan sumber energi pembelahan sel. Tanaman bila aktif melakukan pembelahan
sel, maka secara tidak langsung tanaman tersebut menjadi cepat pertumbuhannya.
Saifuddin Sarief (1986), menambahkan bahwa, ketersediaan unsur hara yang dapat
diserap tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
produksi tanaman.
4.3 Analisis Korelasi Antara Komponen Pertumbuhan dan
Hasil
Analisis korelasi antara komponen pertumbuhan dengan
hasil cabai (Capsicum annum) :
c.
Tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman.
d. Jumlah daun dengan bobot buah segar per tanaman.
4.3.1 Korelasi Antar Tinggi Tanaman
Umur 28, 42 dan 56 HST dengan Bobot Buah Segar Per tanaman Cabai
Berdasarkan
hasil analisis uji korelasi Moment Product, ternyata terdapat hubungan yang
nyata antara tinggi tanaman pada umur 28, 42, dan 56 hari setelah tanam (HST)
dengan bobot buah segar per tanaman, dimana nilai t hitung > t0,025(28) terjadi korelasi.
Hasil perhitungan uji korelasi
pearson antar tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman dapat dilihat
pada Lampiran 25.
Tabel
11. Korelasi Antar Tinggi Tanaman Umur
28, 42 dan 56 HST dengan
Bobot Buah Segar Per
Tanaman.
|
Uraian
|
Tinggi Tanaman Umur
|
||
|
28 HST
|
42 HST
|
56 HST
|
|
|
Nilai r
|
0,532
|
0,533
|
0,472
|
|
Kategori r
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
|
Nilai r2
|
0,350
|
0,284
|
0,2222
|
|
Nilai t
|
3,887
|
3,337
|
2,834
|
|
Nilai t0,025 (28)
|
2,048
|
2,048
|
2,048
|
|
Kesimpulan
|
Nyata
|
Nyata
|
Nyata
|
Setelah
dilakukan uji t pada taraf nyata 5 % ternyata tinggi tanaman pada umur 28, 42
dan 56 HST nilai korelasinya bersifat nyata. Kemudian nilai korelasi antara
tinggi tanaman dengan bobot buah segar per tanaman menunjukan hasil yang sedang.
Pengaruh pupuk organik padat selain
mampu meningkatkan populasi organisme tanah menguntungkan yang berperan dalam
menjaga kesehatan tanah, juga dapat menekan berbagai penyakit dan meningkatkan
kesehatan tanaman (Weltzein dkk, 1990) dalam (Jajang Sauman Hamdani, 2008 ).
4.3.2 Korelasi Antar Jumlah Daun
Umur 28, 42 dan 56 HST dengan Bobot Buah Segar Per tanaman Cabai
Berdasarkan
hasil analisis uji korelasi Moment Product, ternyata terdapat hubungan yang
nyata antara jumlah daun pada umur 42, dan 56 hari setelah tanam (HST) dengan
bobot buah segar per tanaman, dimana nilai
t hitung > t0,025(28) terjadi korelasi. Sedangkan
jumlah daun umur 28 HST dengan bobot buah segar per tanaman tidak menunjukan
hubungan yang nyata, dimana nilai t
hitung < t0,025(28).
Hasil perhitungan uji korelasi pearson antar jumlah daun dengan
bobot buah segar per tanaman dapat dilihat pada Lampiran 26.
Tabel
12. Korelasi Antar Jumlah Daun Umur 28,
42 dan 56 HST dengan
Bobot Buah Segar Per
Tanaman.
|
Uraian
|
Jumlah Daun Umur
|
||
|
28 HST
|
42 HST
|
56 HST
|
|
|
Nilai r
|
0,193
|
0,468
|
0,511
|
|
Kategori r
|
Sangat Rendah
|
Sedang
|
Sedang
|
|
Nilai r2
|
0,037
|
0,219
|
0,261
|
|
Nilai t
|
1,044
|
2,805
|
3,149
|
|
Nilai t0,025(28)
|
2,048
|
2,048
|
2,048
|
|
Kesimpulan
|
Tidak Nyata
|
Nyata
|
Nyata
|
Setelah
dilakukan uji t pada taraf nyata 5 % jumlah daun pada umur 28 HST nilai
korelasinya tidak nyata, sedangkan pada umur 42 dan 56 HST nilai korelasinya bersifat
nyata. Kemudian nilai korelasi antara jumlah daun umur 42 dan 56 HST dengan
bobot buah segar per tanaman menunjukan hubungan yang nyata dengan kategori
sedang. Sedangkan pada umur 28 HST menunjukan hubungan yang tidak nyata dengan
kategori sangat rendah.
Banyaknya daun yang terbentuk tidak
lepas dari peranan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Dengan demikian
naiknya aktivitas fisiologi tumbuhan tersebut akan merangsang pertumbuhan dan
perkembangan organ-organ tanaman. Bahwa dengan adanya karbohidrat yang cukup
dari hasil fotosintesis akan mempercepat terjadinya pembesaran sel-sel tanaman,
yang pada gilirannya memacu pertumbuhan vegetatif termasuk penambahan jumlah
daun. Jadi kalau tanaman membentuk sel-sel baru, pemanjangan sel-sel dan
penebalan jaringan-jaringan sebenarnya mengembangkan batang, daun, dan sistem
perakaran tanaman (Sri Setyadi Harjadi, 2002).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan hasil
tanama cabai (Capsicum annum L),
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Komposisi media tanam berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan bobot buah segar tanaman cabai.
2.
Komposisi perlakuan yang terbaik adalah
perlakuan D (tanah : pasir : pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1), dan
perlakuan E (tanah : pasir : pupuk
kandang dengan perbandingan 2 : 1 : 1) dapat memberikan pertumbuhan dan hasil
yang tinggi bagi tanaman cabai.
3.
Terdapat korelasi antara komponen
pertumbuhan dan komponen hasil terhadap tanaman cabai.
5.2 Saran
Berdasarkan dari kesimpulan tersebut
di atas, maka dari hasil percobaan ini penulis kemukakan beberapa saran sebagai
berikut :
1.
Perlakuan komposisi media tanam yang
disarankan untuk tanaman cabai adalah tanah : pasir : pupuk kandang dengan
perbandingan 2: 1: 1.
2.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
mengenai perlakuan tersebut guna mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman jenis lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar